Senin, 31 Agustus 2015

Yang Penting Bayar Pajak

 Target Penerimaan Sulit Dicapai

Kantor Wilayah DJP Sumsel dan Babel, kini tidak lagi berorientasi pada target penerimaan. Situasi ekonomi yang sedang lesu kini mulai dimaklumi DJP. Paling utama saat ini adalah, Wajib Pajak menyadari kewajibannya membayar pajak.

PALEMBANG, RP – Demikian dituturkan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Sumsel dan Babel Samon Jaya, Senin (31/8). Ini sejalan dengan argumen yang dilontarkan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), yang pesimistis target yang ditetapkan Kanwil pajak di awal tahun, bakal terealisasi.
“Sebetulnya banyak potensi pendapatan pajak dari sektor lain, meski kondisi ekonomi sedang mengalami penurunan, DJP memiliki banyak cara untuk mendapatkan pajak. Namun target bukanlah misi utama kami, yang penting setiap pengusaha yang memiliki keuntungan semuanya harus taat dan sadar mau membayar pajak,” kata Samon Jaya, di ruang kerjanya Senin (31/8).
Terpisah, Ketua IKPI Cabang Palembang Andreas Budiman mengatakan, upaya yang dilakukan DJP melalui progam melakukan proses hukum terhadap wajib pajak nakal, patut didukung. Sebab, hal ini merupakan bentuk ketegasan pemerintah terhadap pelaku tidak kejahatan perpajakan.
Apalagi sambung dia, selama ini tindakan kejahatan pajak modusnya sangat banyak, bisa melibatkan owner perusahaan, bendahara, pegawai pajak, hingga konsultan. Penegakkan proses hukum tentu menjadi simbol jika pemerintah serius untuk membenahi sektor pajak.
“Kementrian keuangan secara nasional menargetkan penerimaan pajak berkisar Rp1.600 triliun. Angka ini cukup besar untuk kondisi saat ini. Kita bisa melihat, hingga kuartal kedua tahun ini di Kanwil Sumsel dan Babel baru mencapai realisasi berkisar 32 persen dari total target. Untuk kondisi ekonomi sekarang pencapaian tersebut sudah sangat maksimal. Sebab, jika melihat pegawai pajak yang haurs bekerja hingga larut malam,” kata Andreas disela acara seminar perpajakan dalam rangka HUT IKPI Senin (31/8) di Hotel Emilia.
Konsultan pajak, selaku mitra DJP tentu tidak tinggal diam, sebab ketika penerimaan negara dari sektor pajak memuaskan artinya akan ada perbaikan yang dilakukan pemerintah untuk masyarakat. “Makanya IKPI konsen menjadi mitra setrategis. Kami membantu DJP mengamankan pendapatan negara dari sektor pajak. WP yang selama ini membandel kami ingatkan untuk melunak dan mentaati aturan pemerintah, yang selama ini sering salah maka kamilah yang petama kali mengusulkan kepada WP untuk melakukan perbaikan,” jelas dia.
IKPI lanjut dia, selalu menjadi mitra utama bagi WP untuk masukan ketika membuat laporan audit perpajakan, selain itu IKPI juga selalu menjadi pioner ketika wp ada kekeliruan tehadap data pelaporan pajak. “Tindak pidana perpajakan sebetulnya bukan murni karena kesengajaan, namun terkadang ada pula kesalahan yang tidak disengaja namun tidak ada yang memperingatkan, makanya ketika pengusaha sudah menggunakan jasa konsultan, dijamin kesalahan itu bisa diminimalisir,” jelasnya.
Perbaiki SPT 5 Tahun Terakhir
Sebagai langkah mengintensifkan penerimaan pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kanwil Sumsel dan Babel kini mulai kembali melakukan pemeriksaan terhadap surat pemberitahuan (SPT) pajak selama 5 tahun ke belakang, tehitung sejak tahun 2010-2011.
Kepala DJP Sumsel dan Babel, Samon Jaya mengatakan, pihaknya segaja kembali memeriksa SPT setidaknya sejak tahun 2010 lalu. Hal tersebut dilakukan mengingat masih banyaknya wajib pajak (WP) yang diduga melaporkan kewajiban pajak mereka dengan tidak sebenarnya. “Kami ingin memberikan kesadaran bagi wajib pajak agar transaksi yang dilaporkannya benar. Mungkin masih ada usaha lain yang belum dilaporkan,” kata Samon, Senin (31/8).
Pihaknya khawatir, jika perbaikan itu tak dilakukan, fungsional pemeriksa di bagian kantor pajak dapat melakukan pemeriksaan suatu waktu kepada WP atas informasi dari pihak ketiga. “Makanya kami memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk memperbaiki laporan SPT-nya, mulai dari 2010- 2014. Siapa tahu masih ada usaha lain yang belum dilaporkan,” terangnya.
Kebijakan ini berlaku untuk seluruh WP, baik badan hukum, maupun individu. Model pelaporan perbaikan SPT itu diisi perlembarnya, sehingga ada 5 data perbaikan untuk tiap-tiap tahun sejak 2010-2014.
Dikatakan Samon, pihakanya sudah menemukan beberapa indikasi akan ketidak benaran WP dalam melaporkan kewajibanya membayar pajak, seperti pada industri penggilingan beras. Diamana ada yang melaporkan omset hanya Rp 8 miliar pertahun, padahal setelah diselidiki ternyata omset yang diterima mencapai Rp 30 miliar. “Bukan hanya industri besar, termasuk juga pelaku usaha serupa yang telah memiliki mesin penggilingan sendiri,” ucapnya.
Sementara itu, Samon mengungkapkan, sebagai salah satu langkah untuk mengintensifkan pajak pihaknya telah membekukan 119 rekening WP berasal dari badan usaha maupun pribadi.
Selain memblokir rekening, DJP juga setidaknya telah mengajukan sekitar 26 Wajib Pajak (WP) kepada Kementrian Imigrasi agar dapat dicekal berangkat keluar negeri. Pencekalan dilakukan, sebab sejumlah WP tersebut, dianggap telah melakukan penyimpangan dalam pelaporan pajak.
Jumlah tersebut, lanjut Samon, kemungkinan akan terus bertambah. Dari total 26 WP yang diajukan untuk dicekal, dua diantaranya sudah resmi dicekal untuk berangkat keluar negeri. “ Jadi sebaiknya wajib paja itu jujur dalam melaporkan kewajibanya membayar pajak. Terlebih, tahun ini merupakan tahap tahun binaan pajak,” ungkapnya, sembari menambahkan pencekalan yang dilakukan dengan rentan waktu 6 bulan kedepan, dan dapat diperpanjang hingga WP tersebut telah menyelesaikan permasalahan pajaknya
Lebih jauh Samon mengungkapkan, pihaknya mencatat perolehan pendapatan pajak baru sekitar Rp5,9 triliun hanya 39,7 persen dari target tahun ini sebesar Rp14,9 triliun. realisasi tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 3,3 persen dibanding periode sama tahun lalu (year to date) sebesar Rp4,9 triliun. “Meski ekonomi melambat, namun perncapaian masih tumbuh. Itu dikarenakan meningkatnya kesadaran masyarakat membayar pajak,” pungkasnya. (iam/tma)

Selasa, 25 Agustus 2015

Sulap Warung Manisan jadi Agen Bank


Penulis : Ilham - PALEMBANG

Industri perbankan kini memasuki era baru. Bisnis perbankan masih tumbuh pesat di saat ekonomi masyarakat meredup, bank diharapkan mampu menjadi perusahaan yang bisa menggerakkan ekonomi masyarakat kecil di pedesaan. Regulator perbankan mulai merancang program yang bisa memudahkan masyarakat mengakses, meski berada jauh dari perkantoran bank.
Alternatif yang diberikan melalui sistem agensi. Salah satu bentuk kemudahan yang diberikan bank adalah mendekatkan layanan perbankan kepada masyarakat pedesaan dengan memanfaatkan usaha kecil, mulai dari tukang sayur, pengusaha kecil, warung kelontong, dan manisan sebagai agen bank.
Transaksi-transaksi kecil yang rutin dilakukan masyarakat setiap bulan bisa dilakukan langsung di tempat. Di Sumsel sudah ada beberapa perbankan yang aktif menggandeng pengusaha kecil sebagai mitra agen, bank BUMN hingga bank swasta bergerilya mencari pengusaha kecil yang sudah bankable untuk dibina dan direkrut menjadi agen.
Di Desa Muara Dua, Kecamatan Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir, merupakan satu desa yang berada hampir 35 km meter dari pusat Kota Palembang yang menjadi ibu kota Provinsi Sumatera Selatan. Desa ini terletak di sepanjang aliran Sungai Ogan yang menyambung dengan induk Sungai Musi. Mayoritas masyarakat menggantungkan hidup dari hasil alam berupa persawahan tadah hujan, setiap tahun masyarakat bercocok tanam dari situlah bisa menghidupi keluarga setiap tahun.
Meski jaraknya cukup jauh dari pusat kota dan hanya menghasilkan beras dan sedikit ikan setiap tahun. Namun mayoritas masyarakat sudah kenal dengan bank, baik untuk fasilitas simpanan maupun sebagai tempat untuk pijaman modal usaha. Secara global Kecamatan Pemulutan yang memiliki 25 desa, belum ada satubank pun yang membuka layanan kantor di sini, praktis jika ada masyarakat yang membutuhkan layanan perbankan harus pergi jauh ke kota walau hanya ingin melakukan transaksi kecil semisal pembayaran rekening listrik.
Baru pada akhir 2014, Bank Bukopin yang merupakan bank swasta yang memiliki jaringan cukup luas di pusat kota memberanikan dini untuk melebarkan layanan melalui perekrutan agen. Ibarat perjudiah, Bukopin awalnya melakukan coba-coba merekrut agen, sebab di desa Muara Dua ada satu nasabah Bukopin yang cukup loyal dan memiliki usaha warung manisan.
Ahmad Qori (42), warga Desa Muara Dua yang sejak 15 tahun terakhir memiliki usaha warung manisan. Semua kebutuhan rumah tangga yang berkaitan dengan kebutuhan dapur tersedia di warung ini. Hal inilah yang membuat Bukopin tertantang untuk menjadikannya agen. Salah satu indikator awal mengapa ia berani menjadi agen Bank Bukopin karena semua masyarakat di desa itu sudah terpasang jaringan listrik, artinya setiap bulan mereka harus membayar rekening listrik. Sebelum dirinya menjadi agen bank, masyarakat harus membayar listrik ke Kota Palembang.
Dalam pondok kecil yang berukuran 4x6 meter semua janis dagangan terpasang rapi mengisi setiap sudut ruangan, makan kecil, kebutuhan rumah tangga, perelatan listrik hingga rokok dan minuman dijual diwarung ini. Meski banyak warung manisan di Desa ini, yang membedakan warung Ahmad Qiri dimeja tempat pembayaran terpasang mesin ATM Mini bermerek Bank Bukopin. Mesin kecil yang berukuran tidak lebih dari telapak tangan orang dewasan ini rupanya bisa melayani semua kebutuhan masyarakat yang berkaitan dengan bank. Mulai dari pembayaran, pengisian token listrik, pengisian pulsa, setor tabungan hingga transfer ke rekening lain.
Menurut Ahmad Qori, mesin kecil yang terpasang di meja pembayaran itulah yang menjadikannya agen sebagai kepangjangan tangan dari Bank Bukopin. Dengan mesin kecil itu dia dan istrinya bisa melayani kebutuhan masyarakat yang berkaitan dengan bank, apalagi dirinya sudah mengkoneksikan mesin ATM mini itu dengan sambungan komputer jadi bisa langsung melakukan transasi secara online dan real time.
“Saya sudah menjadi nasabah Bank Bukopin hampir lima tahun terakhir, dan sejak dua tahun sudah menjadi agen. Tahap awal baru pembayaran rekening listrik yang menjadi transaksi rutin dilakukan masyaralkat, ada juga pengisian token bagi pengguna listrik prabayar. Sementara untuk transaksi lain tidak terlalu tinggi, karena memang nasabah Bukopin disini tidak terlalu banyak,” cerita Qori.
Meski tidak memiliki pengalaman sebagai pegawai perbankan, namun 10 jarinya sudah sangat piawai menggunakan mesin ATM mini dan komputer jinjingnnya. Untuk satu transaksi pembayaran rekening listrik misalnya, ia hanya membutuhkan waktu kurang dari dua menit.
Begitu tansaksi dilakukan sukses, mesin langsung mengeluarkan struk tagihan pembabayaran, masyarakat langsung menyerahkan uang yang harus dibayarkan. Ketika satu transaksi dilakukan sukses secara otomatis saldo tabungannya akan terpotong karena sudah menerima pembayaran dengan tunai. Namun uang kumpulan pembayaran dari masyarat itu akan kembali diputarkan masuk kerekening dan akan kembali menjadi modal usahanya sebagai mitra bank.
Untuk satu kali pembayaran rekening listrik, ia menjadapatkan selisih keuntungan berkisar Rp3.000. Artinya, jika dikalikan jumlah pengguna listrik di desa itu, katakanlah 500 rumah, keuntungan yang didapat cukup besar. Apalagi jika ditambah dengan transaksi lain. karena untuk tiap transaksi yang dilakukan, selain mendapatkan selisih keuntungan juga akan mendapatkan insentif tambahan dari bank.
“Menjadi mitra bank seperti ini, sebetulnya insentif penghasilan yang didapat setiap bulan tidak terlalu besar. Namun ketika dijalankan berdampingan dengan usaha tentu bisa menjadi alternatif tambahan penghasilan, makanya sebaiknya usaha ini tidak dijadikan usaha utama namun hanya sebagai bentuk bisnis sampingan, sebab selain mendapatkan keuntungan juga bisa memudahkan masyarakat,” terangnya.
Perluasan akses masyarakat untuk mendapatkan layanan perbankan ini sudah mulai digaungkan sejak dua tahun terakhir. Namun mayoritas bank masih sulit merealisasikannya mengingat besarnya modal yang haruas digelontorkan, namun nampaknya tahun ini sejumlah bank sudah memiliki alternatif perluasan jaringan melalui program branchless banking maupun laku pandai miliknya Otoritas Jasa Keuangan. ATM mini merupakan contoh awal bagi bank memperluas jaringan, bermodal satu mesin kecil pemegangnya bisa memberikan akses kepada masyarakat, tahap awal memang baru transaksi kecil yang bisa dilayani.
Namun bank juga sudah mulai sadar, jika memperluas bisnis melalui sistem agensi cukup menjanjikan. Selain bisa menambah jumlah nasabah, pendapatan dana pihak ketiga juga semakin besar. Apalagi nasabah yang didapat dari program ini kebanyakan dari kalangan ritel dan pelaku industri kecil.
Apa yang sudah dilakukan oleh Ahmad Qori merupakan salah satu contoh agen branchless banking yang cukup sukses. Masih di Kabupaten Ogan Ilir, tepatnya di Kecamatan Tanjung Batu juga sudah dikembangkan sistem branchless banking. Daerah ini merupakan pusat kerajinan besi dan perak.
Mayoritas penduduk yang berpenghasilan dari sektor perkebunan, banyak juga pelaku usaha pengrajin besi-besian yang mengelolahnya menjadi barang pertanian, seperti pisau, parang dan benda tajam lainnya. Tidak kurang dari 50 rumah di desa Limbang Jaya Kecamatan Tanjung Batu yang membuka usaha pandai besi. Bisnis yang sudah dilakukan secara turun temurun ini merupakan potensi pendapatan yang sangat potensial, sebab di Ogan Ilir tempat tersebut merupakan satu-satunya sentra pengrajin pandai besi.
Usuluddin, warga Desa Limbang Jaya yang memiliki usaha pengrajin pandai besi, merupakan salah satu orang yang paling beruntung. Sebab, sejak tahun lalu mendapatkan kepercayaan dari Bank Mandiri untuk menjadi mitra sekaligus agen branchless banking.
Bank Mandiri sedikit memberikan keleluasaan kepadanya. Sebab, sebagai agen yang baru, dirinya mendapatkan kepercayaan cukup besar. Selain bisa melayani transaksi kecil masyarakat berupa transfer dan pembayaran tagihan, layanan lain yang bisa diberikannya berupa pembukaan rekening, tarik tunai dan setor tunai. Khusus untuk pembukaan rekening, Bank Mandiri membekainya dengan produk e-Cash.
Produk ini merupakan satu jenis tabungan yang memadukan fitur perbankan dengan ponsel. Setiap pengguna ponsel bisa memiliki rekening Bank Mandiri, nomor HP bisa dijadikan nomor rekening. “Sebagai agen, juga bisa melayani transaksi lain cukup menggunakan ponsel, sejak tahun lalu saya resmi direkrut dan dibina untuk menjadi agen Bank Mandiri,” katanya.
Meski saat ini transaksi yang dilakukan masyarakat masih relatif keci, namun setidaknya dirinya mendapatkan kemudahan ketika menjalankan bisnis. Menjadi mitra Bank Mandiri memudahkannya untuk melakukan lalulintas transaksi pembayaran dari setiap pengiriman barang kerajainan besi yang dijalankannya. “Transaksi yang paling sering dilakukan disini adalah pembayaran, sesekali ada juga yang melakukan pengiriman uang untuk anaknya sekolah di Jawa,” tutupnya. (*/tamat)

Membumikan Branchless Banking di Sumsel


Penulis : Ilham PALEMBANG

Sejak era krisis moneter yang menimpa Indonesia 1998 silam, mengakibatkan industri perbankan nyaris mati total. Kini, perkembangan industri perbankan berkembang pesat dan semakin canggi. Semua fitur dan layanan perbankan bisa diakses dengan mudah.
Perkembangan tingginya pertumbuan industri keuangan membuat perbankan seakan berlomba meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat tujuannya tidak lain untuk mendapatkan nasabah sebanyak mungkin. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang paling subur jumlah bank.

Bahkan, kota metropolis seperti Palembang sudah memiliki lebih dari 50 perbankan, ini tentu membuktikan jika industri ini tumbuh melesat dan semakin dibutuhkan masyarakat. Namun, perkembangan itu menimbulkan pertanyaan, apakah layanan perbankan itu tersebar merata hingga daerah pelosok yang jauh dari jangkauan pusat kota. Sebab, ketika satu bank memutuskan untuk membuka kantor cabang alternatif utama, yang akan diambil adalah kota besar yang memiliki pusat keramaian, seperti pusat perbelanjaan atau pasar tradisional. 
 
Di Sumatara Selatan, ada dari lebih dari 50 bank, hanya bank-bank besar saja yang memiliki cabang di kabupaten/kota. Sisanya hanya berkantor pusat di Kota Palembang selaku ibukota provinsi. Apalagi untuk daerah pelosok kabupaten yang memang jauh dari jangkauan kota, sejauh ini baru bebeapa bank plat merah saja yang berani membuka cabang, itupun hanya mengutakan tempat yang memiliki potensi perputran uang tinggi.

Di era moderen, bank selalu menjadi alternatif masyarakat, baik untuk berinvestasi atau sebagai fasilitas pinjaman untuk modal usaha. Di daerah pelosok, kebanyakan masyarakat masih menggunakan jasa rentenir sebagai tempat meminjambaik untuk modal usaha atau untuk kebutuhan lainnya. Seharusnya, jika perbankan bisa masuk jelas bisa memangkas dan mempersempit ruang gerak para lintah darat yang keberadaannya jelas-jelas menyusahkan masyarakat, meski secara sepintas berkedok ingin menolong.

Bagi perbankan, membuka jaringan kantor di daerah pelok desa, bukan tanpa keinginan. Namun, bank juga mempertimbangkan faktor cosh operasional dan dibandingkan dengan keuntungan yang didapat. Meski kebutuhan perbankan di daerah sangat dibutuhkan, namun tidak serta merta bank langsung membuka kantor cabang. Jangankan bank umum nasional Bank Pembangunan Daerah saja masih pikir-pikir untuk membuka layanan di daerah, selain faktor modal dan biaya, faktor keamanan juga menadi pertimbangan. Tingkat kerawanan keamanan di daerah pelosok jauh lebih tinggi ketimbang di kota besar. Makanya meski ada dorongan dari pemerintah daerah bagi perbankan untuk membuka akses layanan hingga pelosok desa, bank masih berat untuk mengimplementasikannya.

Bank Indonesia selaku regulator, mulai menyadari pentingnya memberikan akses layanan perbankan untuk masyarakat pelosok desa. alternatif yang dipilih melalui layanan bank namun tidak mesti menggunakan kantor operasional seperti di kota. Makanya sejak akhir 2013 Bank Indonesia secara resmi meluncurkan layanan branchless banking atau layanan bank tanpa kantor.

Untuk tahap ujicoba, awalnya baru dua bank yang diberikan kesempatan untuk membuka layanan ini yani Bank Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Bank Mandiri melakukan ujicoba dengan membuka layanan bank tanpa kantor di dua tempat, pertama di Desa Limang Jaya kecamatan Tanjung Batu Kabupten Ogan Ilir. Daerah ini berada sekitar 200 kilo meter dari pusat Kota Palembang. Tempat kedua di Desa Sembawa Kecamatan Sumbawa Kabupaten Banyuasin. Sementara BRI lebih memilih membuka layanan di daerah pinggiran kota Palembang yang masyarakatnya masih belum kenal dengan perbankan.

Layanan branchless banking merupakan layanan perbankan moderen menggunakan sistem agen. Masyarakat yang memiliki usaha kecil yang sudah bankabel diberikan kesempatan untuk menjagi agen.
Regional CEO Bank Mandiri Sumatra II Kuki Kadarisman mengungkapkan, layanan branchless banking merupakan satu terobosan baru di duni perbankan. Selain sebagai fasilitas penekanan biaya operasional bank untuk melakukan ekspnasi jaringan, dengan progam layanan tanpa kantor masyarakat memiliki kesempatan untuk mengakses layanan perbankan meski berada jauh di pelosok daerah. 
 
Keberadaan layanan perbankan di pelosok akan menjadi alternatif baru bagi masyarakat dalam mengelola keuangan. Bank Mandiri sebetulnya sudah lama memiliki misi untuk memperluas jaringan yang bisa menjangkau semua lapisan masyarakat, namun meski mencatkan diri sebagai salah satu bank terbesar di Indonesia, namun tidak mudah bagi bank plat merah ini untuk menjangukau setiap jengkau wilayah di Sumsel dengan layanan perbankan. Makanya ketika BI membuka akses layanan bank tanpa kantor Mandiri merupakan bank yang paling antusias untuk mengembangkan layanan ini.

“Jika bank harus membuka jaringan di daera pelosok modalnya sangat besar, yang menjadi ambatan terkadang besaran modal yang dikeluarkan tidak seimbang dengan keuntungan yang didapat. Namun hadirnya branchless banking tentu bisa menjadi jawaban atas permasalahan jaringan bank di pelosok,” kata Kuki.

Meski sudah dicanangkan sejak tiga tahun lalu, namun sejauh ini layanan ini belum berjalan maksimal. Sosialisasi yang harus membutuhkan dana besar masih menjadi kendala, apalagi program lain yang merupakan satu rangkaian dengan branchless banking yakni less cash society masih masih dalam tahap pengenalan kepada masyarakat. Namun meski masih terkendala sosialisasi yang minim, Bank Mandiri sudah memiliki pola tersendiri untuk mengembangkan layanan branchless banking.

Mandiri mengembangkan program ini melalui sistem skala prioritas, Mandiri memanfaatkan nasabah loyal yang datang dari daerah pelosok sebagai kaki tangan pengembangan layanan bank tanpa kantor. “Di Sumsel kami memiliki 207 cabang yang sudah kami kerahkan untuk memperluang jaringan branchless banking ini. Setiap cabang yang memiliki latar belakang pengusaha kecil yang memiliki catatan bagus di Mandiri akan di prioritaskan untuk menjadi agen,” katanya.

Progam ini dinilainya cukup dahsyat jika sudah berjalan sesuai rencana. Negara maju di Asia dan Eropa yang sudah sukses dan bisa menikmati hasil dari progam bank tanpa kantor ini, di Indonesia sejauh ini baru Jakarta dan Bali saja yang sudah menuju sukses penerapannya. Suksesnya Bali menyelenggarakan ini selaun Jakarta, karena mayoritas masyarakat yang ada di Bali merupakan pendatang, sementara wilayahnya yang berbentuk pulau kecil memudahkan bagi bank untuk melakukan sosialisasi.

Kuki menilai, jika program branchless banking atau progam laku pandai miliknya OJK berjalan sukses, dirinya sangat optimis program ini bisa menggerakkan semua sendiri perekonomian yang ada di dasa.
Khusus untuk Bank Mandiri, hingga tahun 2015 ini total sudah ada 113 orang yang direkrut menjadiagen, meski intensitas transaksi relatif masih kecil, namun yang mecukup membanggakan volume transaksinya terus mengalami peningkatan. “Pengenalan dan pelatihan kepada agen terus dilakukan, sebab dalam sistem perbankan, banyak aplikasi dan teklogi mesin yang pelu dikuasai agen, selain itu, tekrutmen terhadap agen baru di daerah yang memiliki perputaran ekonomi bagus terus dilakukan,” terang dia.

Dalam program branchless banking ini banyak transaksi yang bisa dilakukan masyarakat di agen. transaksi induk yang menjadi kebutuhan utama bank seperti setoran, tarik tunai, transfer atau melakukan pembayaran tagihan bisa dilakukan. Di Kecamatan Tanjung Batu yang menjadi objek awal penerapan progam ini Bank Mandiri awalnya hanya merekrut dua agen. Satu pengusaha pandai besi dan satu warung kelontongan yang menjual aneka manisan serta kebutuhan rumah tangga. Pengrajin pandai besi di sana jumlahnya ada ratusan orang, namun dari sekian banyak ada satu pengrajin yang memiliki latan belakang pengusaha, setiap pengrajin selalu mengambil bahan dari pengusaha ini dan hasilnya juga di jual ke sana.

Kerajinan pandai besi yang dibuat di kecamaan Tanjung Batu memproduksi aneka parang, pisau anal pertanian yang terbuat dari bahan besi, cangkul dan lainnya. Hampir semua produksinya disuplay untuk di semua daerah di Sumsel bahkan sebagian ada yang dijual sampai jawa dan Kalimantan.
Penjualan yang capai beberapa daerah menjadi peluang bagi bank untuk meliriknya menjadi nasabah, apalagi ketika progam branchless banking diterapkan bank tidak ragu lagi merekrutnya menjadi agen sebab dari sisi bisnis cukup meyakinkan, belum lagi kebutuhan layanan lain yang menjadi potensi tersendiri. 
 
Mayoritas masyarakat Tanjung Batu menyekolahkan anaknya di luar Kabupaten OI baik di Palembang dan di Jawa. Aktivitas pengiriman uang rutin dilakukan setiap bulan, belum lagi kebutuhan masyarakat yang harus rutin membayar membayar listrik setiap bulan. “Hal ini tentu menjadi potensi awal bagi masyarakat yang menjadi agen untuk memiliki penghasilan tambahan,” katanya. (*)


Memasyarakatkan Transaksi Non Tunai

Penulis : Ilham - PALEMBANG


Uang merupakan alat tukar resmi untuk digunakan dalam sistem perdagangan. Jauh sebelum uang banyak beredar, kita mengenal sistem perdagangan melalui sistem barter atau tukar menukar barang tanpa menggunakan uang.
Meski sifatnya barter, namun pola perdagangan seperti ini tetap berlangsung di pasar. Beras bisa ditukar dengan sayur, atau sebaliknya bergantung dengan kebutuhan masing-masing. Namun pola perdagangan seperti ini sulit untuk mengenali berapa nilai dari satu barang yang diperjual belikan melalui sistem barter.
Dalam perkembangannya, pemerintah melalui Bank Indonesia sejak 69 tahun lalu mulai aktif menerbitkan uang sebagai alat tukar resmi dalam perdagangan. Sejak dikenal dua jenis uang bahan logam dan bahan kertas. Uang memang menjadi alat kebutuhan pokok sehari-hari, hampir semua aktivitas membutuhkan uang. Membeli perlengkapan, sekolah transportasi hingga buang kotoran dalam tubuh di tempat umum harus membutuhkan uang.
Setiap kepingan uang logam dan lembaran uang kertas, memiliki nilai yang berbeda. Seperti kata pepatah tidak ada uang tak ada barang, artinya ketika seseorang hendak membeli sesuatu uang yang harus disediakan sebagai alat tukar resmi yang diterbitkan pemerintah. Bank Indonesia selaku bank sentral yang memiliki mandat untuk menerbitkan uang setiap tahunnya mencetak uang dalam jumlah besar tentu dengan biaya yang cukup besar juga.
Perkembangannya di era yang semakin moderen, penggunaan uang sebisa mungkin dikurangi. Ini menyusul dengan terus meningkatnya biaya pencetakan uang. Satu riset menyebut, untuk satu lembar uang kertas biaya pencetakannya berkisar Rp16, dikalikan saja dengan triliunan lembar uang yang dicetak setiap tahunnya.
Bank Indonesia bersama lembaga keuangan bank mulai mencari rumusan untuk mengurangi angka peredaran uang, salah satu langkah yang ditempuh melalui penerbitan uang kartu alat alat pembayaran berbentuk kartu. Saat ini masyarakat sudah beredar beberapa jenis kartu yang bisa difungsikan sebagai alat pembayaran, mulai dari katu debit, kartu kredit hingga terbaru elektronic money. Semua jenis kartu ini merupakan alat pembayaran yang diterbitkan bank selaku perusahaan yang dipercaya untuk tempat penyimpanan uang.
Alternatif yang dilakukan dengan mengajak masyarakat khususnya yang sudah melek perbankan, untuk beralih menggunakan sistem pembayaran non tunai atau yang lazim disebut less cash society. Instrumen yang digunakan nasabah bank cukup banyak, mulai dari yang paling canggih menggunakan internet banking, SMS banking, hingga e-banking dan e-channel dan e-money. Sebelum instrumen canggih ini dikenal, banyak masyarakat orang terlebih dulu sudah mengenal ATM dan kartu kredit sebagai alat pembayaran menggunakan kartu.
Secara nasional, Bank Indonesia terus menggalakkan sistem pembayaran tanpa harus menggunakan uang melainkan menggantinya menggunakan kartu alat sering disebut less cash society. Di provinsi Sumatera Selatan, Bank Indonesia bersama lima bank mulai mencanangkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) untuk sistem pembayaran masyarakat, sebagai langkah awal membiasakan transaksi non tunai.
Ada lima bank yang terkait dalam gerakan ini, yakni Bank Mandiri, Bank Sumsel Babel, BCA, BRI dan BNI. Kepala Unit Sistem Pembayaran Bank Indonesia Provinsi Sumatra Selatan Dadan M Sadrah mengungkapkan, GNNT ini merupakan wujud dari perkembangan teknologi sehingga mendorong masyarakat untuk mulai peka terhadap perkembangan teknologi termasuk sistem pembayaran.
Salah satu tujuan dari GNNT ini untuk memberikan kemudahan dan efisiensi waktu dalam pembayaran sehingga sangat memungkinkan digunakan untuk pembayaran yang sifatnya praktis namun terkadang antriannya panjang, seperti di supermarket, tol maupun pengisian bensin.
Bank Indonesia bersama kementerian terkait sudah mencanangkan GNNT ini dibeberapa kota seperti Makassar, Banjar Masin, Denpasar, Surabaya, Jogja, Bandung, Padang dan Palembang. Untuk pengenalan gerakan ini semua kota tersebut menggan dengan perguruan tingga dan pemerintah daerah. “Di Palembang sendiri responnya sangat bagus terutama dari gubernur Sumsel yang turut ikut mendorong suksesnya program ini kedepannya,” katanya.
Penerapan less cash society sudah digaungkan sejak beberapa tahun terakhir. Namun sejauh ini penetrasinya masih belum memuaskan. Kendala infrastruktur seperti jaringan terlekomunikasi dan listrik kerap menjadi kendala yang menyulitkan.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Wilayah VII Palembang mencatat infrastruktur menjadi hambatan dalam implementasi program less cash society, terutama di kabupaten dan kota yang memiliki desa pelosok yang jauh dari jangkauan listrik dan jaringan telekomunikasi. Namun, BI Palembang bersama bank mitra terkait akan terus berupaya secara bertahap mengedukasi, sosialisasi guna tercapainya penerapan program Layanan Keuangan Digital (LKD).
Memang kami akui di lapangan masih banyak ditemukan kabupaten kota yang belum memiliki infrastruktur yang handal. Perbaikan infrastruktur untuk menunjang LKD pastinya dilakukan secara bertahap, mulai dari jaringan komunikasi, listrik PLN, SDM hingga mesin penunjang penggunaan uang e-money,” kata Kepala Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatra Selatan Hamid Ponco.
Menurut dia, terwujudnya program less cash society ini perlu mendapatkan perhatian serius dari semua perbankan yang ada di Sumsel. Dia mengaku, penerapan e-money ini bukan berarti secara langsung menghilangkan transaksi uang tunai. Melainkan dilakukan bertahap seiring dengan upaya pembenahan infrastruktur yang ada, baik yang dilakukan pemerintah, swasta maupun perbankan.
Kami menjadi pilot project implementasi dari uang elektronik atau e-money di Sumatera. Sebagai tahap awal, kami me-launching penggunaan e-money di koperasi dan kantin dalam lingkungan Kantor Perwakilan BI Palembang. Maksimum nilai uang dalam e-money Rp1 juta,” terangnya.
Ke depan, pihaknya akan terus melakukan edukasi dan sosialisasi atas penerapan program LKD. Bahkan tidak menutupkemungkinan akan menjalin kerjasama atau MoU dengan pemerintah provinsi untuk memperluas penerapan less cash society.
Pengenalan less cash society ada baiknya dilakukan didalam lingkungan keluarga. Kami senantiasa mengedukasi masyarakat untuk menerapkan program less cash society. Less cash society ini merupakan sebuah gaya hidup dimana uang cash digantikan oleh keberadaan uang elektronik dalam tiap transaksi. Cukup satu kartu saja nasabah dapat memanfaatkannya tanpa harus membawa uang cash,” jelasnya.
Meski sudah dicanangkan jauh-jauh hari, namun implementasinya tentu tidak mudah, regulator bersama bank pelaksana harus menerobos kebiasaan yang sudah dilakukan masyarakat secara turun temurun, ketika mereka ingin berbelanja pasti akan membawa uang dalam bentuk cash tidak terlepas besar kecilnya belanjaan. sementara disisi lain perbankan ingin merupakan pola kebiasaan menggantikan uang dengan kartu tentu butuh waktu.
Merubah watak dan tradisi yang sudah melekat, butuh pengorbanan. Bagi bank untuk membiasakan masyarakat beralih ke sistem pembayaran non tunai membutuhkan modal yang tidak sedikit. sosialisasi berkala tentu perlu dilakukan, sementara ketersediaan infrastruktur juga menjadi hal yang wajib.
Ajak Pemda jadi Pionnir
Bank Indonesia mendorong pemerintah daerah untuk menjadi leader penerapan sistem pembayaran dengan cara non tunai. Meski sudah dicanangkan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) namun baru 60 persen transaksi Pemda menggunakan non tunai.
Usai acara sosialisasi transaksi non tunai kepada Pemerintah Daerah, Kepala Unit Sistem Pembayaran Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumsel, Dadan M Sadrah mengungkapkan, selama ini yang menjadi kendala bagi pemda untuk melakukan transkasi non tunai terletak pada faslitas dan infrastruktur. Selain itu faktor pemahaman mayarakat juga kurang.
Dari berbagai belanja pemerintah, seperti pajak, gaji PNS, tender proyek dan lainnya sudah bisa dilakukan dengan cara non tunai. Namun ada beberapa transaksi yang masih menggunkana pola pembayaran manual alias menggunakan uang cash.
Kebanyakan transaksi yang dilakukan menggunakan pola manual adalah belanja pemerintah yang ditujukan kepada mayarakat terutama di pelosok yang belum memiliki akses jaringan perbankan.
Beberapa transaksi seperti pembayaran pajak daerah, PNPB, bantuan sosial, belanja perjalanan dinas, pembayaran barang dan jasa, PBB dan transaksi lainnya. Kebanyakan transaksi ini dilakukan oleh mayarakat atau unsur Pemda yang berada di daerah pelosok,” jelas Dadan.
Jika infrastruktur sudah memadai, semua transaksi tersebut sebetulnya sudah bisa dilakukan dengan sistem non tunai, asalkan peralatannya sudah memadai. Melalui gerakan non tunai yang sudah dicanangkan, semuanya bisa dilakukan.
Tinggal bagaimana pemerintah dan perbankan memberikan akses mudah untuk penyebaran agen Layanan Keuangan Digital (LKD). Sebab, dengan layanan ini, transaksi tidak mesti harus datang ke jaringan kantor bank. Namun baik pemerintah maupun mayarakat bisa bertransaksi dengan menggunakan ponsel mereka masing-masing melalui perantara agen.
Untuk menggalakkan sistem pembaran non tunai, tentu masih butuh perjuangan, sosialisasi dan pendidikan keuangan kepada mayarakat. Sebab sejauh ini 90 persen transaksi pembayaran yang dilakukan mayarakat masih menggunakan pola tunai. Kondisi ini tentu menjadi cost yang berat bagi negara. Sebab, biaya untuk mencetak uang sekarang ini sudah semakin mahal. “Kita sudah saatnya meniru negara miskin di Afrika seperti Kenya yang sudah menerapkan non tunai melebihi pembayaran tunai, atau mencontoh Fhilipina yang transaksi non tunainya sudah mencapai 80 persen,” kata Dadan.
Untuk itu, pemerintah daerah harus menjadi pioner penerapan sistem pembayaran non tunai ini, setidaknya Pemda memberikan contoh kepada masyarakat, ketika mereka melakukan pembayaran tidak harus menggunakan uang tunai. Jika sudah ada contoh, tentu Pemda tinggal memberikan penekanan kepada masyarakat, jika melakukan hubungan transaksi jual belu harus menggunakan mesin. Pola ini tentu bisa menjadi pengamanan dari transai yang tidak semestinya atas penggunaan uang negara.
Kepala Bidang e-Banking BRI, Johan Arief mengungkapkan, penetrasi penyebaran agen LKD melalui produk BRILink saat ini sudah sangat bagsu, antusias mayarakat terutama dipelosok sudah sangat tinggi. Sehingga meski belum genap satu tahun diluncurkan BRI sudah merekrut agen lebih dari tiga ribu agen.
Bagi agen, selain membantu penetrasi penerapan gerakan non tunai, menjadi agen juga menjadi potensi tambahan penghasilan, sebab setiap transaksi yang dilakukan mayarakat maka si agen akan mendapatkan fee dari bank maupun dari nasabah,” jelas dia.
Bank dalam Genggaman
Seiring dengan upaya pemerintah melalui Bank Indonesia untuk menggerakkan dan menggalakkan sistem pembayaran non tunai, perbankan pun mulai bergerak cepat. Setiap ada cela yang bisa dimanfaatkan bank langsung masuk, sebab meski menggarap layanan transaksi non tunai,membutuhkan investasi yang mahal, namun bagi bank tetap ada cela untuk meraup untuk besar, sementara bagi masyarakat akan semakin di mudahkan dan dimanjakan dengan kemudahan layanan yang diadapat.
Terbaru bank memanfaatkan membanjirnya pengguna gadget yang melesat hingga pelosok desa. Bahkan perbandingan antara jumlah penduduk dengan pengguna ponsel jauh lebih banyak pengguna ponsel. ini menjadi peluang yang ditangkap semua perbankan. di Sumsel meski penggunaan posel pintas untuk kalangan masyarakat pedesaan dan kalangan menengah kebawah baru booming dua tahun terakhir ini, namun jumlah penggunanya sudah melesat tajam.
Untuk memanfaatkan pengguna ponsel sebagai nasabah, bagi bank tentu menjadi tantangan tersendiri, sebab yang menjadi permasalahan tidak semua masyarakat pengguna ponsel nasabah bank. Selain itu masalah pemahaman yang minim masih menjdi faktor kendala.
CEO Bank Mandiri Wilayah Sumatera II Kuki Kadarisman menambahkan pihaknya menyambut positif adanya Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) atas penggunaan less cash society yang diprakarsai Kantor Perwakilan BI Wilayah VII Palembang. Dia menilai kendala dalam penggunaan e-money lantaran kurangnya edukasi dan sosialisasi serta ketersediaan infrastruktur yang dapat menjangkau hingga seluruh masyarakat sampai ke daerah.
Khusus di Bank Mandiri Wilayah Sumatera II tercatat sudah 85 persen nasabah telah menggunakan non tunai dibanding transaksi tunai. Transaksi non tunai bisa melalui jaringan e-channel seperti e-money, sms banking, internet banking, ATM, EDC, dan lainnya. Sedangkan 15 persen masih menggunakan transaksi tunai,” ujarnya.
Dia mengklaim peralihan penerapan transaksi non tunai sebenarnya sudah berlangsung sejak 2005 lalu dan penerapan e money ini diharapkan pula dapat menjadi contoh bagi perbankan lain sekaligus mengajak masyarakat untuk membiasakan diri menggunakan uang elektronik. Saat ini di area Sumatera II tercatat ada 1.016 buah jaringan e-channel, 16.755 unit mesin EDC, sms banking dengan kuantitas pengguna sekitar 750.000 user.
Sebagai upaya mendoron peningkatan transaksi less cash society, kami berikan poin, diskon 25% di merchant kerjasama Bank Mandiri dan lainnya. Ke depan kami pun akan memperbanyak kerjasama dengan merchant dan perbankan mesin EDC. (*/bersambung)


Senin, 17 Agustus 2015

Grand New Avanza Laris Manis



PALEMBANG, RP – Varian MPV anyar Toyota Grand New Avanza langsung menjadi buruan masyarakat yang ingin memiliki mobil baru. Hanya dalam waktu kurang dari sepekan 180 unit lebih langsung terjual.

Branch Head Auto 2000 Tanjung Api-Api Yagimin mengatakan, varian ini merupakan salah satu unit Toyota yang ditunggu oleh masyarakat. Penyempurnaan dari Avanza sebelumnya membuat unit ini kian diminati, apalagi Toyota sudah mempermak semua bagian mulai dari bodi dasbor hingga bagian mesin.

“Saat malah grand launcing beberapa hari lalu, 150 konsumen langsung melakukan SPK. Sementara saat kami melakukan pameran 300 Surat Permintaan Kendaraan (SPK) masuk dalam penjualan pameran di Atriaum PTC Mall Palembang sejak kamis lalu,” kata Yagimin.
 
Sales Suppervisor Auto 2000 Tanjung Api - Api Dawin Awen, mengatakan sejak dilaunching antusias masyarakat cukup tinggi.Apalagi saat malam setelah launching yang digelar dengan gathering bersama pelanggan Toyota mendapatkan antusias cukup baik.
 
" Saat malam gathering usai launching sore harinya , penjualan pun mencapai 150 spk yang masuk ke kita," jelas dia, usai melakukan penutupan launching Grand New Avanza dan Veloz di PTC Mall, Senin (17/8).
 
Pameran yang digelar sejak 13 Agustus hingga 17 Agustus tersebut pun tercatat penjualan masih didominasi oleh Avanza yang mencapai permintaan 65 persen dan Veloz 35 persen.Dalam sehari tercatat SPK bisa mencapai 25 hingga 30 unit. " Penjualan masih banyak yang didominasi oleh Avanza sebagai market leader, apalagi grand new avanza ini sangat menarik perhatian konsumen karena bentuk yang terbaru ini sangat stylish," jelas dia.
 
Diakuinya, banyaknya permintaan penjualan ini pun rata- rata yang membeli bukanlah orang pertama yang akan memiliki mobil akan tetapi orang yang telaj memiliki kendaraan. " Rata- rata juga yang membeli grand new avanza dan veloz terbaru ini pun merupakan pelanggan Toyota yang telah lama bukan tercatat pelanggan baru," ujarnya.
 
Diakuinya, para pelanggan Toyota ini kembali memilih karena telah mengetahui bagaimana kulitas Toyota sesungguhnya dan memang Avanza terbaru ini pun lebih nyaman dari sebelumnya. "Selama pameran kita menyiapkan test drive dan respon konsumen yang merasakan langsung sangat baik.Karena itulah banyak yang kembali memilih grand new avanza ini," kata dia.
 
Bahkan ada juga yang melakukan trade in (tukar tambah) yang mencapai 30 persen dengan kendaraan avanza lamanya. " Trade ini kita lakukan dan cukup banyak juga yang melakukan ini," jelasnya.
 
Diakuinya, walaupun saat ini keadaan ekonomi sedang tidak membaik akan tetapi penjualan Toyota masih tetap normal. " Kita berharap untuk pembeli penjualan akan terus meningkat usai pameran ini," ungkapnya. (iam)

Grand New Avanza dan Veloz Andalan Baru Toyota





PALEMBANG, RP – PT Toyota Astra Motor (TAM) meluncurkan dua varian big minor change Grand New Avanza dan Grand New Veloz. Toyota termasuk salah satu pabrikan yang cukup berani sebab menghadirkan dua produk baru disaat ekonomi sedang tidak pasti.
Tren penjualan otomotif sekarang ini terus megalami penurunan, Gaikindo saja sepanjang tahun ini telah dua kali melakukan revisi target penjualan otomotif. Pada awal tahun lalu, Gaikindo menargetkan penjualan mobil 1,3 juta, namun pada akhir semester pertama direvisi menjadi satu juta unit, baru-baru ini kembali direvisi menjadi 950 unit.

Perubahan target yang ditetapkan oleh Gaikindo ini setidaknya menjadi cerminan jika kondisi pasar sekarang sangat kurang bersahabat dengan otomotif. Meski tantangan dan resiko penjualan tersebut membayangi, Toyota tetap percaya diri. Sebagai raja penjualan saat ini Toyota kembali menggebrak dengan menghadirkan varian yang dikemas baru big minor change Grand New Avanza dan Grand New Veloz.

Dealer Keizend Support Deputy Divisi Head PT TAM Yudhi Kristianto mengungkapkan, meski kondisi pasar sekarang ini masih cenderung lesu. Namun, hal itu tidak menjadi penghalang Toyota untuk untuk terus berinovasi menghadirkan produk baru. Sebab, produk ini dihadirkan sebagai bentuk penyempurnaan dari produk yang sudah ada. Produk ini merupakan produk improvement yang dihadirkan untuk mempertahan posisi Toyota sebagai pemuncak penjualan saat ini.

“Khusus untuk Avanza sudah hadir menemani masyarakat sejak 12 tahun terakhir. Selama ini sudah terjual lebih dari 1,3 juta unit. Produk ini merupakan yang paling laris sepanjan sejaran Toyota di Indonesia. Bahkan untuk penjualannya sudah memecahkan rekor MURI,” kata Yudhi.
Turut hadir pula pada acara tersebut, Tujuh Martogi Siahaan, Operational Manager Auto 2000 Sumbagsel, Felicia Aliman Branch Head Auto 2000 Veteran, Yagimin Branch Head Auto 2000 TAA, Saidi Ali Brach Head Auto 2000 Plaju dan Richie Setiawan Director PT Tunas Auto Graha, saat konferensi pers grand launching Kamis (13/8) di hotel Aryaduta.

Menurutnya, dua varian baru ini akan menjadi andalan baru Toyota saat evan pameran Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) dan Indonesia International Motor Show (IIMS) september mendatang. “Selain produk lain, kita akan memajang juga produk ini, sebab bisa menjadi andalan baru untuk mencapai penjualan maksimal ketika pameran tersebut,” kata Yudhi.

Mesin Avanza dan Veloz kini sudah berbeda dari yang dulu. Bahasa teknisnya, pakai mesin Dual VVT-i, alias dual katup pada intake dan exhaust mesin agar kinerja mesin lebih irit dan performa lebih greng, untuk urusan bahan bakar mobil persyaratan minimumnya memakai RON 90.
 
Dengan mesin yang baru ini ada penambahan bobot sekitar 60 kg karena dimensi mesin yang besar. Namun meski begitu tidak banyak mengalami penambahan dimensi bodi karena Avanza model lama sudah menyisakan ruang yang cukup untuk mesin yang lebih besar. Mesin NR Series pada Avanza dan Veloz memiliki kode mesin 1NR-VE (1.300 cc) dan 2NR-VE (1.500 cc) menggantikan mesin lama 3SZVE. “Jadi benar-benar seri yang baru, yang baru ada dual VVT-i, ada dua katup di intake dan di exhaust mesin juga ada,” jelasnya.
 
Selain itu mesin terbaru Avanza ini juga bisa mendeteksi pergantian bensin dengan lebih mudah karena sensor knocking-nya bisa mendeteksi lebih lebar. Kalau di mesin mobil keluaran lama, kalau ganti Premix, diganti sudut pengapian, timingnya diubah, yang sekarang melakukan tugas itu ada yang namanya sensor kokcing, yang Avanza lama sensor knockingnya narrow band. Jadi pendeteksian tidak bisa segala ngelitik, baru dia adjust timing, nah yang sekarang wide band, dari ngelitik kecil sampai gede bisa terdeteksi.

Operational Manager Auto 2000 Sumbagsel Tujuh Martogi Siahaan menambahkan, hingga saat ini Avanza masih meminpin penjualan untuk mobil dikelas MPV low, hingga saat ini secara total market share Avanza di Sumsel menjadi 59,4 persen. Padahal tahun lalu masih dikisaran 50,1 persen. “Kami akan fokus mempertahankan market share Avanza di Sumsel bisa terangkat diangka 55 persen hingga akhir tahun nanti. Sebab meski secara unit mengalami penurunan, namun dengan peningkatan market share artinya kepercayaan masyarakat terhadap produk kami mengalami peningkatan,” terang Martogi.

Kepala Cabang Auto 2000 Tanjung Api-api Yagimin menambahkan, rate harga Avaza yang baru ini mengalami kenaikan cukup signifikan dari versi sebelumnya, kenaikan berkisar Rp7-18 juta sesuai dengan jenis dan tipe. “Selisih harga dengan Jakarta hanya Rp3,8 juta, itu untuk biaya pengiriman dan asuransi,”tegas Yagimin. (iam)

Selasa, 11 Agustus 2015

Ney Sonic 150 R Dan New CBR X Fire Andalan Baru Honda




Astra Honda Motor Wilayah Sumsel menargetkan penjualan hingga akhir tahun nanti mampu menjual motor 120-130 ribu unit. Hingga semester pertama lalu Honda mampu merealisasikan penjualan sekitar 60 ribu unit.

PALEMBANG, RP – Kepala Wilayah PT Astra International main diler Honda Motor Palembang, Yohannes Pratama mengatakan, tren pasar tahun ini secara total mengalami koreksi yang cukup tajam. Namun Honda masih beruntung masih bisa menjaga penurunan tidak terlalu dalam.
Secara market penjualan, pasar otomotif di semeter pertama hahkan hingga triwulan kedua mengalami penurunan 41 persen. “Tetap bersyukur, karena meski penjualan mengalami penurunan, market share kami naik signifikan, tahun lalu di periode yang sama diangka 50 persen,” jelas Yohannes disela acara kontes safety riding di kompleks Pelabuhan 35 Ilir Palembang, Selasa (11/8/2015).
Saat ini, sambung dia, sudah naik menjadi 60,6 persen. Mengacu data penjualan hingga semester pertama lalu, realisasi penjualan Honda mencapai 60 ribu unit untuk wilayah Sumsel, artinya setiap bulan rata-rata penjualan berkisar 10 ribu.
Jumlah mengini mengalami penurunan signifikan dibandingkan tahun lalu. Memasuki triwulan ketika ini, Honda tetap optimis akan adanya perbaikan pasar. Tidak heran jika sampai akhir tahun nanti Honda masih memberidik penjualan sebanyak 60 ribu lagi. “Target kami sampai akhir tahun bisa jualan sebanyak 120-130 ribu unit,” katanya.
Tingginya, target penjualan sampai akhir tahun bukan tanpa asalan, sebab di triwulan ketika ini Honda bersiap untuk mengenalkan dua varian baru yakni New CBR X Fire dan bebek sport Ney Sonic 150 R. “Dua varian ini akan menjadi andalan baru terutama di kelas motor sport,” kata Yohannes.
Acara kontes safety riding sendiri diadakan sebagai wujud ikut bertanggung jawabnya Honda untuk mencegah kecelakaan lalu lintas. Sebab ATPM yang menjual motor paling banyak, tentu Honda memiliki tanggung jawab untuk memberikan edukasi berkendara yang baik.
Dari 10 motor yang ada di jalan, 7 diantaranya menggunakan merek Honda, ketika terjadi kecelakaan motor tentu kebanyakan menggunakan motor Honda, makanya kami memiliki tanggung jawab yang besar untuk memberikan kecerdasan berkendara kepada masyarakat,” tutupnya. (iam)






Great New Xenia Reinkarnasi Xenia


PALEMBANG, RP – PT Astra Daihatsu Motor, selaku Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), rencananya hari ini, Rabu (12/8), akan meluncurkan varian baru Great New Xenia. Mobil kembaran Toyota Avanza ini mengalami reinkarnasi. Daihatsu melakukan perubahan total baik dari tampilan bodi, dasboard hingga mesin.
Encar selalu authorized diler Daihatus Palembang bahkan sudah memajang unit terbaru ini sejak Selasa sore (11/8) di dilernya jalan Angkatan 45 Palembang. Tipe menengah dan tipe paling tinggi dipajang sekaligus.
Operasional Manager Encar Palembang David Susilo mengatakan, Great New Xenia yang akan diluncurkan ini mengalami perubahan total. Hanya beberapa bagian bodi yang tidak mengalami perubahan, sementara suspensi, rangka, hingga mesin dirombak total. “Perombakannya sekitar 70 persen menjadi Great New Xenia dari sebelumnya Xenia,” kata David saat dibincangi Radar Palembang dikantornya Selasa (11/8).
Menurutnya, Xenia pertama kali hadir tahun 2003 lalu, dan telah beberapa kali mengalami perubahan, namun untuk perubahan total baru kali ini terjadi. ATPM nampaknya ingin memberikan sentuhan baru untuk mengembalikan era kejayaan Xenia. “Beberapa tahun lalu, Xenia sempat merajai penjualan kendaraan roda dua di kelas MPV Low, namun dua tahun terakhir sedikit mengendur, namun saya yakin hadirnya produk baru ini akan menjadi jawaban atas kelesuan pasar saat ini,” jelasnya.
Perombakan 70 persen komponen mobil bukanlah perkara kecil, makanya Daihatsu sangat optimis produk ini bisa bersaing di pasar. Perubahan ini juga bisa mendorong Xenia sedikit naik kelas, meski dari segi jenis tetap di segmen MPV low, namun dari sisi interior dan eksterior jauh lebih mewah, karena mengadopsi mobil Terrios.
Dari varian yang terpajang, terlihat mesin 1.329 cc berkode 1NR-VE terbaru menggusur posisi K3-VE. Mesin baru ini menggunakan teknologi dual VVT-i terbaru untuk meningkatkan tenaga mesin lebih baik serta efisiensi dari segi bahan bakar.
Selain itu juga mobil ini sudah dilengkapi Throttle by Wire layaknya Nissan Grand Livina sehingga Xenia baru tidak memakai kabel mekanis lagi, sehingga berefek ke efisiensi bahan bakar.
Selain itu, update terbaru Great New Xenia adalah cluster instrument yang bergaya baru dan stylish dengan menampilkan iluminasi cahaya. MID Great New Xenia baru ini sudah dilengkapi dengan Average (AVG) dan Range terbaru.
“Desain eksterior varian paling rendah tipe D minus lampu kabut, sein pada spion, gril berkelir hitam, serta menggunakan pelek kaleng yang ditutup dop. Di kabin belum ada headunit namun jok sudah dilapisi bahan baru berwarna coklat, sementara untuk tipe paling tinggi sudah lengkap,” katanya.
Great New Xenia juga dilengkapi dengan dua warna baru. Selain warna utama yang sudah ada seperti putih, hitam, Silver dan lainnya, varian anyar ini juga sudah ada warna baru coklat dan biru. Ini tentu sudah disesuaikan dengan permintaan pasar. “Khusus di Encar, tahap pertama kami sudah menerima distribusi sebanyak 25 unit all varian, sementara untuk inden sudah ada 10 konsumen. Dengan produk baru ini kami yakin penjualan Xenia bisa naik 40-50 persen,” tutupnya. (iam)


Senin, 10 Agustus 2015

Vespa Merah Putih


 PALEMBANG, RP - Ada-ada saja ulah produsen kendaraan untuk meningkatkan penjualannya. Memanfaatkan momen HUT Kemerdekaan RI ke 70, CV Union Motor selaku diler resmi Vespa, menghadirkan Vespa Merah Putih. Beberapa jenis motor Vespa dan Piaggio warna khas bendera RI, dipajang di showroom membentuk lingkaran.
Tampilan ini merupakan suasana baru yang disajikan. Sebab, untuk menampilkan varian warna merah putuih, Vespa harus mengerahkan pegawai untuk menganggut motor warna merah dan putuh dari gudang. Hasilnya, cukup menarik. Semua pengunjung terkesima dengan dua corak warna motor yang begitu mencolok. Meski ada varian warna lain yang tetap dipajang di sorum, namun motor warna merah putih menjadi pusat perhatian pengunjung.
Sebetulnya, dari sisi unit, tidak ada varian baru yang ditampilkan. Semua produk adalah produk lama, seperti Piaggio Liberty, Vespa Srint, Vespa Primavera dan tipe lain, dengan tampilan warna yang cukup menarik perhatian. Apalagi di bagian samping tempat aksesoris khusus Vespa, turut pula dipajang produk yang semuanya menggangkat warna merah dan putuh.
Sales Counter Vespa Palembang, Angel Setiawan mengaku, tampilan khusus khas kemerdekaan ini sudah disajikan sejak beberapa hari lalu. “Kami hanya ingin menampilkan suasana berbeda. Tidak ada progam khusus untuk menyambut kemerdekaan, sebab Vespa baru saja selesai melaksanakan progam penjualan,” katanya.
Manager Operasional Union Motor Erwin Wijaya mengungkapkan, usai lebaran ini, Vespa mengalami peningkatan penjualan cukup signifikan. Rata-rata penjualan mencapai 15 unit perbulan. Ini tentu mengalami kenaikan dari sebelum lebaran. Sebab kala itu penjualan perbulan maksimal 11 unit.
Tingginya angka penjualan pasca lebaran, karena didorong oleh progam promosi berupa potongan harga dan pemberian voucer belanja bagi setiap pembeli Vespa. Selain itu, turut pula diakibatkan hadirnya varian terbaru jenis Vespa 1125 cc dengan harga di bawah Rp30 jutaan. “Kini menyambut kemerdekaan, kami memajang unit dengan warna khas bendera RI. Beberapa varian warna merah dan putih sengaja kami tampilkan di sorum beberapa hari kedepan,” katanya. (iam)

Rabu, 05 Agustus 2015

Melihat Lebih Dekat Kampoeng Tenun BNI Desa Muara Penimbung



Berdayakan 200 Ibu-ibu Rumah Tangga

Ilham – OGAN ILIR SUMATA SELATAN





11 FEBRUARI 2010 merupakan momentum bersejarah bagi masyarakat Desa Muara Penimbung Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogan Ilir. Desa yang terletak cukup jauh dari pusat kota ini, mendapatkan kehormatan dibangunnya Galeri Kampoeng Tenun BNI dan sentra kerajinan songket Sumsel. Tidak tanggung-tanggung, kala itu BNI melibatkan tokoh kharismatik asal Sumsel, Hatta Rajasa, yang juga saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Perkonomian, untuk meresmikannya.

Meski sudah berusia hampir enam tahun, namun kondisi bangunan yang dibuat membentuk rumah tradisional khas Palembang, yakni rumah limas masih terawat dengan baik. Desa Muara Penimbung letaknya sekitar 6 kilometer dari jalan raya Indralaya.Tidak jauh dari Pondok Pesantren Al Ittifaqiyah, terdapat gerbang menuju desa yang terbuat dari bahan cor beton. Bagian atas dibuat melengkung, menghubungkan kedua tiang, nampak tulisan Kampoeng BNI Tenun Sumatra Selatan, kemudian di bagian tiang penyanga, terdapat logo Pemprov Sumsel, Kabupaten OI, dan BNI.
 
Masuk menelusuri jalan yang lebarnya tidak lebih dari lima meter ini, sekitar 6 kilo meter terdapat satu bangunan membentuk rumah limas, halaman bangunan ini terlihat paling luas di antara rumah warga yang berada di sekitarnya. Warna oranye khas BNI di tiang bangunan yang terbuat dari cor beton ini terlihat sangat mencolok. Plang nama yang berukuran panjang lebih dari dua meter bertuliskan galeri tenun Sumatra Selatan Kampoeng BNI, juga terlihat jelas.

Bangunan Kampoeng Tenun BNI, dibuat dua lantai. Pada bagian lantai yang terbuat dari bahan material keramik warna putih, nampak beberapa ibu-ibu muda sejak pagi mulai mengayuh tangan menganyam setiap helai benang untuk ditenun. Ruangan yang terbuka yang hanya ditutupi spanduk bergambar BNI, membuat suasana ruangan di lantai bawah terasa sangat adem dan nyaman. Ibu-ibu yang menenun tampak semangat, secara bergantian menghentakkan kayu tenun. Duduk berjejer dengan posisi berdekatan membuat mereka dengan leluasa menenun kain sambil bercengkrama.

Deretan peralatan tenun baik yang dipakai maupun yang masih tersisih, terlihat menghiasi setiap suduk ruangan yang sengaja dibuat terbuka tanpa sekat ini. Sejak pagi hari, biasanya puluhan ibu-ibu ramai-ramai mendatangi rumah ini untuk bekerja membuat songket khas Sumsel. Naik ke lantai dua, tepatnya di bagian isi dalam rumah, dengan melewati tangga yang terpajang berbentuk diagonal berbahan keramik, kita dapat melihat lentera teras rumah yang memanjang. Dari teras melihat ke dalam rumah terlihat deretan lemari hias yang terbuat dari bahan ukiran langsung menjadi santapan menyejukkan untuk mata. Apalagi, ketika melihat ke sisi samping ruangan tampak patung yang menyerupai manusia lengkap, dengan balutan kain songket asli buatan masyarakat setempat menjadi penglihatan yang membangkitkan gairah berbelanja.

Di dalam rumah ini, tidak kurang dari tiga lemari tempat menyimpan setiap stok songket yang diproduksi di Kampoeng BNI ini. Ratusan motif songket jenis terbaru terpajang di dalam lemari. Bahkan sebagian ada yang terpajang menggunakan patung. Meski bangunan ini berbentuk rumah limas namun BNI membangunnya untuk galeri pembuatan dan penjualan songket khas Sumsel di daerah Muara Penimbung. Sebab, di sini mayoritas pekerjaan wanita adalah menenun songket. Pekerjaan ini sudah dilakukan secara turun temurun.
Meski hanya galery, namun di dalam rumah ini juga tersedia tempat untuk istirahat, sofa untuk ngobrol hingga tempat tidur. Meski sudah lengkap hanya saja pengurusnya tidak memperbolehkan masyarakat sekitar untuk memasak di dalam rumah tenun ini. Namun, boleh kalau hanya untuk tidur.
 
Mardiah, penanggung jawab sekaligus ketua Kelompok Kampoeng Tenun BNI menceritakan, semenjak didirikan 11 Februari 2010 lalu, saat ini sudah ada 200 lebih masyarakat yang bergabung dalam Kamponge Tenun BNI ini. Dari jumlah itu terdapat enam kelompok yang bertanggung jawab terhadap semua anggota.
Meski tempatnya berada di desa Muara Penimbung Kecamatan Indrala namun, pengurus dan ketua kelompok tidak membatasi masyarakat daerah lain untuk ikut bergabung ke dalam kelompok. Makanya kecamatan tetangga seperti Pemulutan Barat dan Pemulutan Selatan banyak bergabung untuk ikut dalam Kampoeng Tenun BNI. Sebab, kelebihan pengrajin tenun ikut dalam kelompok ini bisa mendapatkan akses kemudahan mendapatkan pinjaman modal dari BNI untuk pengembangan usaha.

Jumlah anggota yang ada di Kampoeng Tenun ini selalu flexibel. Sebab, ketika ada anggota yang masuk ada juga yang keluar. Namun, biasanya yang keluar dari keanggotaan merupakan anggota yang bermasalah. “Kami tentu sangat berterima kasih kepada Bank BNI, sebab semenjak dibangunkan Kampoeng BNI ini kami memiliki wadah untuk membuka usaha. Sekaligus tempat berkumpul sesama pengrajin songket. Apalagi BNI selalu melibatkan kami dalam setiap event pameran yang mereka ikuti, ini tentu sangat membantu dalam hal pemasaran produk,” tuturnya.

Kampoeng Tenun BNI ini merupakan kampung binaan Bank BNI untuk memproduksi kain tenun asli daerah yakni kain Songket. Sebelum adanya Kampoeng ini, kain songket dari usaha rumah tangga di Muara Penimbung masih belum mampu mendongkrak produktivias dan kesejahteraan warganya. Dengan program BNI yang disebut PKBL, (program Kerja Bina Lingkungan) BNI sebagai pembina. Para penenun diberikan pelatihan, binaan, modal, dan pemasyaran.

Dia menatakan, semenjak Kampoeng BNI ini diresmikan, jajaran pajabat dan petinggi BNI selalu rutin berkunjung, baik membawa pelatih songket atau sekedar mengecek bangunan terkadang mereka menggelar acara ditempat ini, tujuannya tentu untuk memperkenalkan kain songket yang diproduksi di kampoeng ini.
Sekitar 200 anggota Kampoeng BNI, sejauh ini sudah sangat merasakan berkah dari dibangunnya tempat ini, apalagi setiap ada kesempatan BNI selalu rutin mendatangkan ahli songket yang datang dari luar. Para ahli ini datang untuk memberikan pemahaman yang baru kepada anggota. Bukan hanya teknik pemasangan, namun teknik rumit seperti pencungkitan hingga pembuatan benang alami yang terbuat dari pewarna alam dari aneka tumbuhan.

Pelatihan pembuatan benang yang terbuat dari bahan pewarna alam ini, sudah dilakukan sejak tahun lalu. Hasilnya saat ini Kampoeng BNI sudah mampu memproduksi kain tenun dengan motif yang lebih lembut, sebab benang tenun dibuat secara alami. Terobosan baru membuat kain tenun dengan bahan benang yang terbuat dari pewarna alam dari bahan tumbuhan ini hanya ada di Kampong Tenun BNI ini. Sebab meski daerah lain banyak memproduksi songket dengan motif yang sama, namun untuk bahan benang alam ini baru ada di Desa Muara Penimbung.

“Ini tentu menjadi keseriusan BNI dalam membantu kami mengembangkan usaha, bukan hanya menyediakan tempat yang layak, namun membuat progam, menghadirkan guru ahli hingga membantu menjual. Saya pribadi pernah diajak kebali untuk mengikuti pameran di ajang pertemuan OPEC di Bali tahun lalu,” tegas dia.
Kain songket yang terbuat dari bahan benang pewarna alam ini sangat mudah dikenali, meski banyak motif warna namun secra garis besar tidak ada warna kain yang mencolok. Semua warna terlihat lebih kalem dan sedikit gelap, meski demikian tatap saja pesona kain songket ini memikat setiap mata yang memandangnya. “Khusus untuk motif bahan pewarna alam ini harga di Galery berbeda-beda ratenya berkisar Rp1,5-2,5 juta bergantung motif dan kerumitan pembuatannya,” kata Mardiah.

Selain mendapatkan ilmu menenun dan membuat bahan benang songket, hal lain yang bisa didapatkan anggota ketika bergabung dalam kampoeng tenun BNI ini bisa mendapatkan kemudahan akses pinjaman modal. Apalagi selami ini, mayoritas anggota sudah pernah mengambil pinajaman modal. BNI bisa mengucurkan pinjaman maksimal Rp5 juta untuk anggota, sementara untuk ketua kelompok maksimal Rp30 juta.

Karena jumalah anggotanya cukup banyak, tentu saja besaran kredit yang dikucurkan dari progam PKBL cukup besar, meski demikian, diakui Mardiah selama ini belum ada pembayaran yang macet ke BNI, sebab semua kelompok sudah memiliki kesepakatan dengan BNI, setiap pinjaman menggunakan sistem renteng. Artinya, semua resiko yang dilakukan kelompok seperti pembayaran tersendat atau sengaja tidak membayar semuanya ditanggung resiko oleh Ketua kelompok. Jaminan untuk pinjaman semua anggota juga dibebankan kepada ketua kelompok, makanya BNI memberikan kelonggaran besaran pinjaman kepada ketua kelompok.

Kini sudah enam tahun berjalan, semua pengrajin songket yang ada di Muara Penimbung bisa merasakan manfaat dan bisa mengembangkan usaha berkat keberadaan Kampoeng Tenun BNI yang dibangun melalui progam kemitraan dan bina lingkungan tahun 2010 lalu. Mardiah merupakan salah satu contoh dari ratusan anggota yang sudah sukses, dirinya sejauh ini sudah mampu menembus pangsa pasar songket hingga ke provinsi lain di Sumatra, Jakarta, Jawa hingga dunia International.

CEO BNI Regional Palembang Asmoro Hadi mengatakan, BNI akan terus konsen menjaga Kampong Tenun BNI yang ada di desa Muara Penimbung ini. Kampoeng tenun ini selain sudah terbukti bisa membantu pengrajin songket, juga merupakan Kampoeng BNI terbaik dibandingkan dengan Kampong BNI lain di Indonesia.

“Kami selalu memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan di Kampoeng Tenun BNI ini, agar jangan sampai aset berharga penggerak ekonomi masyarakat ini rusak. Baru-bari ini kami membuat trali beli untuk semua pintu dan jendela, agar produk kain tenun yang ada di Galery Kampoeng ini bisa terjamin dan terjaga perawatannya,” kata Asmoro.

Kedepan, keberadaan Kampoeng Tenun BNI harus bisa lebih meningkatkan lagi produktivitas para pengrajin songket di Indralaya. Kebesaran songket di Sumatra Selatan sudah terkenal sejak masa kerajaan sriwijaya, melalui program PKBL kami ingin terus ambil bagian dalam membantu melestarikan kerajinan yang menjadi penghasilan masyarakat ini. (*)