Berdayakan
200 Ibu-ibu Rumah Tangga
Ilham – OGAN ILIR SUMATA SELATAN
11 FEBRUARI 2010 merupakan
momentum bersejarah bagi masyarakat Desa Muara Penimbung Kecamatan
Indralaya Kabupaten Ogan Ilir. Desa yang terletak cukup jauh dari
pusat kota ini, mendapatkan kehormatan dibangunnya Galeri Kampoeng
Tenun BNI dan sentra kerajinan songket Sumsel. Tidak
tanggung-tanggung, kala itu BNI melibatkan tokoh kharismatik asal
Sumsel, Hatta Rajasa, yang juga saat itu menjabat sebagai Menteri
Koordinator Perkonomian, untuk meresmikannya.
Meski sudah berusia hampir enam tahun,
namun kondisi bangunan yang dibuat membentuk rumah tradisional khas
Palembang, yakni rumah limas masih terawat dengan baik. Desa Muara
Penimbung letaknya sekitar 6 kilometer dari jalan raya Indralaya.Tidak jauh dari Pondok Pesantren Al
Ittifaqiyah, terdapat gerbang menuju desa yang terbuat dari bahan cor
beton. Bagian atas dibuat melengkung, menghubungkan kedua tiang,
nampak tulisan Kampoeng BNI Tenun Sumatra Selatan, kemudian di bagian
tiang penyanga, terdapat logo Pemprov Sumsel, Kabupaten OI, dan BNI.
Masuk menelusuri jalan yang lebarnya
tidak lebih dari lima meter ini, sekitar 6 kilo meter terdapat satu
bangunan membentuk rumah limas, halaman bangunan ini terlihat paling
luas di antara rumah warga yang berada di sekitarnya. Warna oranye
khas BNI di tiang bangunan yang terbuat dari cor beton ini terlihat
sangat mencolok. Plang nama yang berukuran panjang lebih dari dua
meter bertuliskan galeri tenun Sumatra Selatan Kampoeng BNI, juga
terlihat jelas.
Bangunan Kampoeng Tenun BNI, dibuat
dua lantai. Pada bagian lantai yang terbuat dari bahan material
keramik warna putih, nampak beberapa ibu-ibu muda sejak pagi mulai
mengayuh tangan menganyam setiap helai benang untuk ditenun. Ruangan
yang terbuka yang hanya ditutupi spanduk bergambar BNI, membuat
suasana ruangan di lantai bawah terasa sangat adem dan nyaman.
Ibu-ibu yang menenun tampak semangat, secara bergantian menghentakkan
kayu tenun. Duduk berjejer dengan posisi berdekatan membuat mereka
dengan leluasa menenun kain sambil bercengkrama.
Deretan peralatan tenun baik yang
dipakai maupun yang masih tersisih, terlihat menghiasi setiap suduk
ruangan yang sengaja dibuat terbuka tanpa sekat ini. Sejak pagi
hari, biasanya puluhan ibu-ibu ramai-ramai mendatangi rumah ini untuk
bekerja membuat songket khas Sumsel. Naik ke lantai dua, tepatnya di bagian
isi dalam rumah, dengan melewati tangga yang terpajang berbentuk
diagonal berbahan keramik, kita dapat melihat lentera teras rumah
yang memanjang. Dari teras melihat ke dalam rumah terlihat deretan
lemari hias yang terbuat dari bahan ukiran langsung menjadi santapan
menyejukkan untuk mata. Apalagi, ketika melihat ke sisi samping
ruangan tampak patung yang menyerupai manusia lengkap, dengan balutan
kain songket asli buatan masyarakat setempat menjadi penglihatan yang
membangkitkan gairah berbelanja.
Di dalam rumah ini, tidak kurang dari
tiga lemari tempat menyimpan setiap stok songket yang diproduksi di
Kampoeng BNI ini. Ratusan motif songket jenis terbaru terpajang di
dalam lemari. Bahkan sebagian ada yang terpajang menggunakan patung.
Meski bangunan ini berbentuk rumah limas namun BNI membangunnya untuk
galeri pembuatan dan penjualan songket khas Sumsel di daerah Muara
Penimbung. Sebab, di sini mayoritas pekerjaan wanita adalah menenun
songket. Pekerjaan ini sudah dilakukan secara turun temurun.
Meski hanya galery, namun di dalam
rumah ini juga tersedia tempat untuk istirahat, sofa untuk ngobrol
hingga tempat tidur. Meski sudah lengkap hanya saja pengurusnya tidak
memperbolehkan masyarakat sekitar untuk memasak di dalam rumah tenun
ini. Namun, boleh kalau hanya untuk tidur.
Mardiah, penanggung jawab sekaligus
ketua Kelompok Kampoeng Tenun BNI menceritakan, semenjak didirikan 11
Februari 2010 lalu, saat ini sudah ada 200 lebih masyarakat yang
bergabung dalam Kamponge Tenun BNI ini. Dari jumlah itu terdapat enam
kelompok yang bertanggung jawab terhadap semua anggota.
Meski tempatnya berada di desa Muara
Penimbung Kecamatan Indrala namun, pengurus dan ketua kelompok tidak
membatasi masyarakat daerah lain untuk ikut bergabung ke dalam
kelompok. Makanya kecamatan tetangga seperti Pemulutan Barat dan
Pemulutan Selatan banyak bergabung untuk ikut dalam Kampoeng Tenun
BNI. Sebab, kelebihan pengrajin tenun ikut dalam kelompok ini bisa
mendapatkan akses kemudahan mendapatkan pinjaman modal dari BNI untuk
pengembangan usaha.
Jumlah anggota yang ada di Kampoeng
Tenun ini selalu flexibel. Sebab, ketika ada anggota yang masuk ada
juga yang keluar. Namun, biasanya yang keluar dari keanggotaan
merupakan anggota yang bermasalah. “Kami tentu sangat berterima
kasih kepada Bank BNI, sebab semenjak dibangunkan Kampoeng BNI ini
kami memiliki wadah untuk membuka usaha. Sekaligus tempat berkumpul
sesama pengrajin songket. Apalagi BNI selalu melibatkan kami dalam
setiap event pameran yang mereka ikuti, ini tentu sangat membantu
dalam hal pemasaran produk,” tuturnya.
Kampoeng Tenun BNI ini merupakan
kampung binaan Bank BNI untuk memproduksi kain tenun asli daerah
yakni kain Songket. Sebelum adanya Kampoeng ini, kain songket dari
usaha rumah tangga di Muara Penimbung masih belum mampu mendongkrak
produktivias dan kesejahteraan warganya. Dengan program BNI yang
disebut PKBL, (program Kerja Bina Lingkungan) BNI sebagai pembina.
Para penenun diberikan pelatihan, binaan, modal, dan pemasyaran.
Dia menatakan, semenjak Kampoeng BNI
ini diresmikan, jajaran pajabat dan petinggi BNI selalu rutin
berkunjung, baik membawa pelatih songket atau sekedar mengecek
bangunan terkadang mereka menggelar acara ditempat ini, tujuannya
tentu untuk memperkenalkan kain songket yang diproduksi di kampoeng
ini.
Sekitar 200 anggota Kampoeng BNI,
sejauh ini sudah sangat merasakan berkah dari dibangunnya tempat ini,
apalagi setiap ada kesempatan BNI selalu rutin mendatangkan ahli
songket yang datang dari luar. Para ahli ini datang untuk memberikan
pemahaman yang baru kepada anggota. Bukan hanya teknik pemasangan,
namun teknik rumit seperti pencungkitan hingga pembuatan benang alami
yang terbuat dari pewarna alam dari aneka tumbuhan.
Pelatihan pembuatan benang yang
terbuat dari bahan pewarna alam ini, sudah dilakukan sejak tahun
lalu. Hasilnya saat ini Kampoeng BNI sudah mampu memproduksi kain
tenun dengan motif yang lebih lembut, sebab benang tenun dibuat
secara alami. Terobosan baru membuat kain tenun dengan bahan benang
yang terbuat dari pewarna alam dari bahan tumbuhan ini hanya ada di
Kampong Tenun BNI ini. Sebab meski daerah lain banyak memproduksi
songket dengan motif yang sama, namun untuk bahan benang alam ini
baru ada di Desa Muara Penimbung.
“Ini tentu menjadi keseriusan BNI
dalam membantu kami mengembangkan usaha, bukan hanya menyediakan
tempat yang layak, namun membuat progam, menghadirkan guru ahli
hingga membantu menjual. Saya pribadi pernah diajak kebali untuk
mengikuti pameran di ajang pertemuan OPEC di Bali tahun lalu,”
tegas dia.
Kain songket yang terbuat dari bahan
benang pewarna alam ini sangat mudah dikenali, meski banyak motif
warna namun secra garis besar tidak ada warna kain yang mencolok.
Semua warna terlihat lebih kalem dan sedikit gelap, meski demikian
tatap saja pesona kain songket ini memikat setiap mata yang
memandangnya. “Khusus untuk motif bahan pewarna alam ini harga di
Galery berbeda-beda ratenya berkisar Rp1,5-2,5 juta bergantung motif
dan kerumitan pembuatannya,” kata Mardiah.
Selain mendapatkan ilmu menenun dan
membuat bahan benang songket, hal lain yang bisa didapatkan anggota
ketika bergabung dalam kampoeng tenun BNI ini bisa mendapatkan
kemudahan akses pinjaman modal. Apalagi selami ini, mayoritas
anggota sudah pernah mengambil pinajaman modal. BNI bisa mengucurkan
pinjaman maksimal Rp5 juta untuk anggota, sementara untuk ketua
kelompok maksimal Rp30 juta.
Karena jumalah anggotanya cukup
banyak, tentu saja besaran kredit yang dikucurkan dari progam PKBL
cukup besar, meski demikian, diakui Mardiah selama ini belum ada
pembayaran yang macet ke BNI, sebab semua kelompok sudah memiliki
kesepakatan dengan BNI, setiap pinjaman menggunakan sistem renteng.
Artinya, semua resiko yang dilakukan kelompok seperti pembayaran
tersendat atau sengaja tidak membayar semuanya ditanggung resiko oleh
Ketua kelompok. Jaminan untuk pinjaman semua anggota juga dibebankan
kepada ketua kelompok, makanya BNI memberikan kelonggaran besaran
pinjaman kepada ketua kelompok.
Kini sudah enam tahun berjalan, semua
pengrajin songket yang ada di Muara Penimbung bisa merasakan manfaat
dan bisa mengembangkan usaha berkat keberadaan Kampoeng Tenun BNI
yang dibangun melalui progam kemitraan dan bina lingkungan tahun 2010
lalu. Mardiah merupakan salah satu contoh dari ratusan anggota yang
sudah sukses, dirinya sejauh ini sudah mampu menembus pangsa pasar
songket hingga ke provinsi lain di Sumatra, Jakarta, Jawa hingga
dunia International.
CEO BNI Regional Palembang Asmoro Hadi
mengatakan, BNI akan terus konsen menjaga Kampong Tenun BNI yang ada
di desa Muara Penimbung ini. Kampoeng tenun ini selain sudah terbukti
bisa membantu pengrajin songket, juga merupakan Kampoeng BNI terbaik
dibandingkan dengan Kampong BNI lain di Indonesia.
“Kami selalu memperhatikan apa yang
menjadi kebutuhan di Kampoeng Tenun BNI ini, agar jangan sampai aset
berharga penggerak ekonomi masyarakat ini rusak. Baru-bari ini kami
membuat trali beli untuk semua pintu dan jendela, agar produk kain
tenun yang ada di Galery Kampoeng ini bisa terjamin dan terjaga
perawatannya,” kata Asmoro.
Kedepan, keberadaan Kampoeng Tenun
BNI harus bisa lebih meningkatkan lagi produktivitas para pengrajin
songket di Indralaya. Kebesaran songket di Sumatra Selatan sudah
terkenal sejak masa kerajaan sriwijaya, melalui program PKBL kami
ingin terus ambil bagian dalam membantu melestarikan kerajinan yang
menjadi penghasilan masyarakat ini. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar