Penulis : Ilham PALEMBANG
Sejak
era krisis moneter yang menimpa Indonesia 1998 silam, mengakibatkan
industri perbankan nyaris mati total. Kini, perkembangan industri
perbankan berkembang pesat dan semakin canggi. Semua fitur dan
layanan perbankan bisa diakses dengan mudah.
Perkembangan
tingginya pertumbuan industri keuangan membuat perbankan seakan
berlomba meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat tujuannya
tidak lain untuk mendapatkan nasabah sebanyak mungkin. Indonesia
merupakan salah satu negara berkembang yang paling subur jumlah bank.
Bahkan,
kota metropolis seperti Palembang sudah memiliki lebih dari 50
perbankan, ini tentu membuktikan jika industri ini tumbuh melesat dan
semakin dibutuhkan masyarakat. Namun, perkembangan itu menimbulkan
pertanyaan, apakah layanan perbankan itu tersebar merata hingga
daerah pelosok yang jauh dari jangkauan pusat kota. Sebab, ketika
satu bank memutuskan untuk membuka kantor cabang alternatif utama,
yang akan diambil adalah kota besar yang memiliki pusat keramaian,
seperti pusat perbelanjaan atau pasar tradisional.
Di
Sumatara Selatan, ada dari lebih dari 50 bank, hanya bank-bank besar
saja yang memiliki cabang di kabupaten/kota. Sisanya hanya berkantor
pusat di Kota Palembang selaku ibukota provinsi. Apalagi untuk daerah
pelosok kabupaten yang memang jauh dari jangkauan kota, sejauh ini
baru bebeapa bank plat merah saja yang berani membuka cabang, itupun
hanya mengutakan tempat yang memiliki potensi perputran uang tinggi.
Di
era moderen, bank selalu menjadi alternatif masyarakat, baik untuk
berinvestasi atau sebagai fasilitas pinjaman untuk modal usaha. Di
daerah pelosok, kebanyakan masyarakat masih menggunakan jasa rentenir
sebagai tempat meminjambaik untuk modal usaha atau untuk kebutuhan
lainnya. Seharusnya, jika perbankan bisa masuk jelas bisa memangkas
dan mempersempit ruang gerak para lintah darat yang keberadaannya
jelas-jelas menyusahkan masyarakat, meski secara sepintas berkedok
ingin menolong.
Bagi
perbankan, membuka jaringan kantor di daerah pelok desa, bukan tanpa
keinginan. Namun, bank juga mempertimbangkan faktor cosh operasional
dan dibandingkan dengan keuntungan yang didapat. Meski kebutuhan
perbankan di daerah sangat dibutuhkan, namun tidak serta merta bank
langsung membuka kantor cabang. Jangankan bank umum nasional Bank
Pembangunan Daerah saja masih pikir-pikir untuk membuka layanan di
daerah, selain faktor modal dan biaya, faktor keamanan juga menadi
pertimbangan. Tingkat kerawanan keamanan di daerah pelosok jauh lebih
tinggi ketimbang di kota besar. Makanya meski ada dorongan dari
pemerintah daerah bagi perbankan untuk membuka akses layanan hingga
pelosok desa, bank masih berat untuk mengimplementasikannya.
Bank
Indonesia selaku regulator, mulai menyadari pentingnya memberikan
akses layanan perbankan untuk masyarakat pelosok desa. alternatif
yang dipilih melalui layanan bank namun tidak mesti menggunakan
kantor operasional seperti di kota. Makanya sejak akhir 2013 Bank
Indonesia secara resmi meluncurkan layanan branchless banking
atau layanan bank tanpa kantor.
Untuk
tahap ujicoba, awalnya baru dua bank yang diberikan kesempatan untuk
membuka layanan ini yani Bank Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia
(BRI). Bank Mandiri melakukan ujicoba dengan membuka layanan bank
tanpa kantor di dua tempat, pertama di Desa Limang Jaya kecamatan
Tanjung Batu Kabupten Ogan Ilir. Daerah ini berada sekitar 200 kilo
meter dari pusat Kota Palembang. Tempat kedua di Desa Sembawa
Kecamatan Sumbawa Kabupaten Banyuasin. Sementara BRI lebih memilih
membuka layanan di daerah pinggiran kota Palembang yang masyarakatnya
masih belum kenal dengan perbankan.
Layanan
branchless banking merupakan layanan perbankan moderen
menggunakan sistem agen. Masyarakat yang memiliki usaha kecil yang
sudah bankabel diberikan kesempatan untuk menjagi agen.
Regional
CEO Bank Mandiri Sumatra II Kuki Kadarisman mengungkapkan, layanan
branchless banking merupakan satu terobosan baru di duni
perbankan. Selain sebagai fasilitas penekanan biaya operasional bank
untuk melakukan ekspnasi jaringan, dengan progam layanan tanpa kantor
masyarakat memiliki kesempatan untuk mengakses layanan perbankan
meski berada jauh di pelosok daerah.
Keberadaan
layanan perbankan di pelosok akan menjadi alternatif baru bagi
masyarakat dalam mengelola keuangan. Bank Mandiri sebetulnya sudah
lama memiliki misi untuk memperluas jaringan yang bisa menjangkau
semua lapisan masyarakat, namun meski mencatkan diri sebagai salah
satu bank terbesar di Indonesia, namun tidak mudah bagi bank plat
merah ini untuk menjangukau setiap jengkau wilayah di Sumsel dengan
layanan perbankan. Makanya ketika BI membuka akses layanan bank tanpa
kantor Mandiri merupakan bank yang paling antusias untuk
mengembangkan layanan ini.
“Jika
bank harus membuka jaringan di daera pelosok modalnya sangat besar,
yang menjadi ambatan terkadang besaran modal yang dikeluarkan tidak
seimbang dengan keuntungan yang didapat. Namun hadirnya branchless
banking tentu bisa menjadi jawaban atas permasalahan jaringan bank di
pelosok,” kata Kuki.
Meski
sudah dicanangkan sejak tiga tahun lalu, namun sejauh ini layanan ini
belum berjalan maksimal. Sosialisasi yang harus membutuhkan dana
besar masih menjadi kendala, apalagi program lain yang merupakan satu
rangkaian dengan branchless banking yakni less cash society
masih masih dalam tahap pengenalan kepada masyarakat. Namun meski
masih terkendala sosialisasi yang minim, Bank Mandiri sudah memiliki
pola tersendiri untuk mengembangkan layanan branchless banking.
Mandiri
mengembangkan program ini melalui sistem skala prioritas, Mandiri
memanfaatkan nasabah loyal yang datang dari daerah pelosok sebagai
kaki tangan pengembangan layanan bank tanpa kantor. “Di Sumsel kami
memiliki 207 cabang yang sudah kami kerahkan untuk memperluang
jaringan branchless banking ini. Setiap cabang yang memiliki latar
belakang pengusaha kecil yang memiliki catatan bagus di Mandiri akan
di prioritaskan untuk menjadi agen,” katanya.
Progam
ini dinilainya cukup dahsyat jika sudah berjalan sesuai rencana.
Negara maju di Asia dan Eropa yang sudah sukses dan bisa menikmati
hasil dari progam bank tanpa kantor ini, di Indonesia sejauh ini baru
Jakarta dan Bali saja yang sudah menuju sukses penerapannya.
Suksesnya Bali menyelenggarakan ini selaun Jakarta, karena mayoritas
masyarakat yang ada di Bali merupakan pendatang, sementara wilayahnya
yang berbentuk pulau kecil memudahkan bagi bank untuk melakukan
sosialisasi.
Kuki
menilai, jika program branchless banking atau progam laku
pandai miliknya OJK berjalan sukses, dirinya sangat optimis program
ini bisa menggerakkan semua sendiri perekonomian yang ada di dasa.
Khusus
untuk Bank Mandiri, hingga tahun 2015 ini total sudah ada 113 orang
yang direkrut menjadiagen, meski intensitas transaksi relatif masih
kecil, namun yang mecukup membanggakan volume transaksinya terus
mengalami peningkatan. “Pengenalan dan pelatihan kepada agen terus
dilakukan, sebab dalam sistem perbankan, banyak aplikasi dan teklogi
mesin yang pelu dikuasai agen, selain itu, tekrutmen terhadap agen
baru di daerah yang memiliki perputaran ekonomi bagus terus
dilakukan,” terang dia.
Dalam
program branchless banking ini banyak transaksi yang bisa
dilakukan masyarakat di agen. transaksi induk yang menjadi kebutuhan
utama bank seperti setoran, tarik tunai, transfer atau melakukan
pembayaran tagihan bisa dilakukan. Di Kecamatan Tanjung Batu yang menjadi objek awal penerapan progam
ini Bank Mandiri awalnya hanya merekrut dua agen. Satu pengusaha
pandai besi dan satu warung kelontongan yang menjual aneka manisan
serta kebutuhan rumah tangga. Pengrajin pandai besi di sana jumlahnya
ada ratusan orang, namun dari sekian banyak ada satu pengrajin yang
memiliki latan belakang pengusaha, setiap pengrajin selalu mengambil
bahan dari pengusaha ini dan hasilnya juga di jual ke sana.
Kerajinan
pandai besi yang dibuat di kecamaan Tanjung Batu memproduksi aneka
parang, pisau anal pertanian yang terbuat dari bahan besi, cangkul
dan lainnya. Hampir semua produksinya disuplay untuk di semua daerah
di Sumsel bahkan sebagian ada yang dijual sampai jawa dan Kalimantan.
Penjualan
yang capai beberapa daerah menjadi peluang bagi bank untuk meliriknya
menjadi nasabah, apalagi ketika progam branchless banking diterapkan
bank tidak ragu lagi merekrutnya menjadi agen sebab dari sisi bisnis
cukup meyakinkan, belum lagi kebutuhan layanan lain yang menjadi
potensi tersendiri.
Mayoritas
masyarakat Tanjung Batu menyekolahkan anaknya di luar Kabupaten OI
baik di Palembang dan di Jawa. Aktivitas pengiriman uang rutin
dilakukan setiap bulan, belum lagi kebutuhan masyarakat yang harus
rutin membayar membayar listrik setiap bulan. “Hal ini tentu
menjadi potensi awal bagi masyarakat yang menjadi agen untuk memiliki
penghasilan tambahan,” katanya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar