Selasa, 21 Februari 2017

Pertumbuhan Kredit Terus Merosot, Bank Harus Berbenah

Kinerja Kredit Perbankan

Tahun Nilai Persentase NPL
2012 Rp63,5 T 27,2% 3,30%
2013 Rp75,6T 21,4% 3,23%
2014 Rp85,9 T 13,6% 2,60 %
2015 Rp94,5 T 9,9 % 1,82%
2016 Rp101,94 T 9,4 % 2,75
Sumber : Bank Indonesia/Kajian Ekonomi Regional Sumsel


Bisnis perbankan di Sumatera Selatan saat ini memang masih menjanjikan, namun jika dirunut selama enam tahun terakhir tren pertumbuhan bisnis perbankan terus merosot.
PALEMBANG, RP - Jika ditarik benang merah tahun 2012 lalu, penetrasi pertumbuhan kinerja perbankan sangat pesat. Bahkan. untuk penyaluran kredit harus dilakukan pengereman karena pertumbuhan dinilai terlampau tinggi. Bank Indonesia yang kala itu masih menjadi pengawas tunggal bisnis perbankan, meminta perbankan untuk menahan penyaluran kredit agar tidak terjadi bubble atau pertumbuhan terlalu tinggi. Sebab, tahun 2012 lalu pertumbuhan kredit mendekati angka 25 persen.
Namun siapa yang menyangka, laju pertumbuhan bisnis perbankan yang melambung harus terjerembab. Melambatnya pertumbuhan ekonomi terus menggerus pertumbuhan penyaluran kredit yang dilakukan perbankan. Bahkan, puncaknya tahun lalu pertumbuhan bisnis bank untuk sektor kredit nyaris menyentuh satu digit. Tentu ini secara tidak langsung menjai lampu peringatan bagi perbankan.
Banyak kalangan menilai, melambatnya pertumbuhan kredit yang dikucurkan perbankan karena melemahnya dunia usaha, sehingga serapan kredit korporasi tidak terlalu bagus. Hampir semua bank saat ini menggantungkan potensi kredit ke sektor Small Medium Enterprise (SMA), termasuk sektor UMKM.
Mantan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Hamid Ponco Wibowo yang sejak Jumat lalu (17/2) berpindah tugas ke BI Semarang mengatakan, sebetulnya secara umum tren kredit yang disalurkan perbankan masih cukup bagus. Namun memang dari sisi pertumbuhan terus merosot setiap tahun, ini karena kondisi ekonomi yang membuat sektor jasa usaha mengerem pinjaman ke bank.
“Meski sektor kredit pertumbuhan turun dari tahun ke tahun. Sebetulnya yang perlu diwaspadai adalah pertumbuhan dana pihak ketiga, tahun lalu pertumbuhannya sangat kecil, praktis perbankan hanya bertumpu pada dana pemerintah yang ditransfer ke daerah baik untuk APBD atau untuk proyek di Sumsel,” jelas dia.
Dari data Bank Indonesia yang dikutip Radar Palembang tahun 2012 lalu, penyaluran kredit banyak bertumpu kesektor korporasi. Hal ini terbukti dengan tingginya serapan kredit modal kerja atau kredit untuk lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan hampir 101 persen dibandingkan dengan thaun 2011. Total serapan kreditnya mencapai Rp43 triliun. Namun kondisi berbeda jika dibandingkan dengan tahun 2016 lalu.
Tentu bank saat ini perbankan harus lebih selektif dan gencar lagi menggenjot penyaluran kredit, sebab selain sebagai stimulus untuk merangsang pertumbuhan ekonomi, kredit merupakan salah satu indikator bank untuk mendapatkan laba.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan yang baru Rudy Hairudin di sela acara serah terima jabatan Kepala BI Jumat lalu mengatakan, dirinya belum terlalu paham mengenai gambaran bisnis perbankan di Sumsel. Namun secara nasional kata dia tren laju penyaluran kredit memang terus turun. Kondisi ini bukan saja terjadi di Sumsel namun di semua daerah.
“Tentu ini perlu solusi, jangan sampai kredit perbankan malah minus. Saya akan mencoba mengajak semua perbankan untuk meningkatkan lagi koordinasi. Saya akan melakukan konsilidasi bersama pimpinan perbankan untuk mencari solusi dari permasalahan perbankan,” katanya.
Kepala BCA Kantor Wilayah VI Palembang Daniel Hendarto menilai, perlamabatan pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan memang karena faktor ekonomi. Kredit koorporasi jauh melambat, praktis perbankan khususnya BCA banyak mengandalkan kredit ritel, otomotif dan properti.
“Bagi kami yang perlu menjadi perhatian bukan saja soal volume kredit, namun menjaga kualitas kredit jauh lebih penting. Sebab percuma jika kredit tinggi namun rasio kredit bermasalah juga membebani,” katanya.
Direktur Utama Bank Sumsel Babel Muhammad Adil mengatakan, tahun lalu kinerja BSB masih cukup positif. Hal ini tergambar dari perningkatan kredit BSB yang masih tumbuh dua digit. “Gambaran pastinya akan terlihat ketika kami menggelar RUPS nanti, namun yang pasti kredit BSB tumbuh, ya masih bisa menyentuh 2 digit. Fokus kami ke depan adalah menjaga kualitas kredit agar tidak membebani kinerja,” tutupnya.
Kuliner Alternatif Penggerak Ekonomi
Sektor kuliner dinilai bisa menjadi alternatif penggerak perekonomian Sumatera Selatan, seiring tingginya potensi yang bisa dikembangkan dari sektor tersebut. Deputi Gubernur Bank Indonesia, Rusmaya Hadi mengatakan, pemerintah daerah perlu concern terhadap sektor kuliner untuk perbaikan ekonomi Sumsel. “Masih ada ruang perbaikan ekonomi Sumsel, yaitu kuliner. Bahkan Sumsel bisa jadi saingan Jawa Barat dalam memanfaatkan sektor kuliner,” katanya, akhir pekan lalu.
Menurut dia, Sumsel memiliki jenis kuliner khas yang hanya dimiliki provinsi itu sehingga bisa jadi daya tarik dalam industri tersebut. “Ada pempek, tekwan dan makanan khas lain yang enak oleh karena itu usaha kuliner khas tersebut perlu ditingkatkan lagi,” katanya..
Bank sentral sendiri, berkomitmen untuk mendukung pertumbuhan UMKM di daerah, termasuk pula untuk sektor kuliner. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel, pertumbuhan bisnis kuliner telah mencapai 10,14% pada 2016. Namun demikian, memang kontribusi kuliner terhadap pendapatan domestik regional bruto (PDRB) provinsi Itu tergolong rendah, yakin 1,38persen.
Dikatakan Rusmaya, selama ini struktur perekonomian Sumsel masih ditopang sektor pertambangan sebesar 21 persen, kemudian dilanjutkan sektor pertanian sebesar 19 persen. "Harus diakui Sumsel merupakan provinsi kedua terbesar yang memiliki cadangan batubara. Oleh karena itu pertambangan masih berperan besar terhadap perekonomian provinsi ini," katanya.
Sumsel perlahan harus melepaskan ketergantungan terhadap sektor usaha yang mengandalkan sumber daya alam. Selain dengan hilirisasi, juga mencari potensi usaha lain, salah satunya kuliner.
Apalagi, provinsi itu akan menjadi tuan rumah Asian Games 2018 mendampingi DKI Jakarta. "Sumsel perlu memperkuat branding sebagai penyelenggara event yang hebat supaya nanti kalau ada agenda internasional, provinsi ini masuk jadi pilihan lokasi," katanya.
Sementara itu, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumsel, Rudi Khairudin, masih belum mau berbicara banyak menyangkut program kerja ke depan hingga potensi yang dapat dikembangkan di Sumsel. “Untuk tahap awal saya akan melakukan mapping, sehingga mengetahui permasalahan apa saja yang ada, dengan bersinergi dengan pihak terkait untuk membangun ekonomi Sumsel ini lebih baik ke depan,” katanya.
Sinergi yang dilakukan, masih akan melihat kondisi perbankan yang ada di Sumsel, sehingga nantinya bisa dilakukan penyusunan program ke depan. “Penghimpunan dana maupun penyaluran yang masih belum ideal nantinya akan dilakukan sinergi dengan perbankan,” katanya. (iam/tma)





Pembangunan Baru Sebatas Tanjung Lago




KEK-TAA Riwayatmu Kini


Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api (KEK-TAA) termasuk dalam masterplan untuk pengembangan ekonomi Sumsel yang dicanangkan pemerintah daerah. Namun meski Perppres sudah ditandatangani presiden Joko Widodo, hingga saat ini pembangunan kawasan industri baru sebatas Kecamatan Tanjung Lago
PALEMBANG, Untuk melihat secara detil, bagaimana kondisi daerah yang ada di Tanjung Api-Api (TAA), Radar Palembang, Senin (20/2), mencoba melakukan penelusuran untuk memberikan gambaran pasti bagaimana kondisi medan dan situasi terkini di KEK TAA..
Tanjung Api-Api merupakan nama jalan yang membentang lurus, mulai dari Simpang Asrama Haji KM 9 hingga Pelabuhan Penyeberangan Penumpang, sebelum Kawasan Sungsang. Jalan TAA yang panjangnya sekitar 60 Km. Untuk menempuh jarak tersebut setidaknya dibutuhkan waktu perjalanan minimal 2 jam. Sebab, jalannya tidak terlalu bagus.
Sebagian memang sudah mulus diaspal, namun sepagian masih banyak ditemukan jalan yang berlobang dan rusak parah. Kerusakan cukup aran berada antara Kecamatan Tanjung Laga hingga ke Banyuasin II sampai keperbetasan Kecamatan Karanganyar yang panjangnya hampir 15 KM.
Sepanjang jalan TAA banyak dipenuhi berbagai Perseroan Terbatas (PT) hingga komplek pergudangan. Setidaknya ada lebih dari 20 perusahaan yang sudah eksisting. Dominannya memang bergerak di sektor industri kelapa sawit atau CPO, sebagaian ada yang bergerak di konstruksi, dan ada juga yang bergerak di sektor gas industri.
Meski KEK TAA belum rampung karena permasalahan investor. Namun sejatinya di TAA sudah lebih dulu berdiri berbagai perusahaan. Namun perusahaan ini dibangun jauh dari lokasi KEK. Kebanyakan perusahaan hanya tersebar mulai dari Bandara SMB II sampai ke Kecamatan Tanjung Lago. Sementara terus ke atas mendekati pelabuhan seperti Kecamatan Banyuasin II dan Kecamatan Karang Anyar, belum terlihat satupun tanda-tanda perusahaan akan dibangun.
Belum Ada Plang KEK
Jika melihat peta rencana pembangunan KEK TAA yang berada tidak jauh dari kawasan pelabuhan, progresnya memang masih nihil. Sebab, sejauh ini di kawasan tersebut mulai dari Kecamatan Karanganyar, sepanjang jalan hanya terlihat warga yang bekerja mengelola Kopra, lahan luas ditanami padi, dan kebun sawit. Pemandangan persawahan dan perkebunan masyarakat ini terlihat hingga ke pelabuan. Tidak ditemukan satupun plang nama perusahaan, atau petumjuk akan dibangun Kawasan Ekonomi Khusus.
Warsono, warga Tanjung Lago ketiga dibincangi Radar Palembang mengaku, dirinya sudah lama mengetahui jika TAA akan dibangun Kawasan Ekonomi Khusus. Tentu sebagai warga, dirinya yang merupakan perangkat pemerintahan desa mengaku sangat senang. Sebab, semakin banyak pabrik yang dibangun akan semakin memberikan kemudahan bagi masyarakat di sana mendapatkan pekerjaan.
“Saat ini sebetulnya sudah sangat banyak perusahaan yang ada di sini. Namun, tempatnya memang masih terhimpun disatu kawasan yakni sekitaran Gasing, belum menyebar sampai ke kawasan pelabuhan, padahan rencananyakan perusahaan akan dibangun di dekat pelabuhan,” katanya.
Apa yang dikatakan oleh Warsono ini memang sesuai dengan fakta. Sebab beberapa perusahaan yang dikenali Radar Palembang dari papan nama yang tercantum di badan jalan, mulai dari PT Banyuasin Nusantara Sejahtera, PT Dock Marine Mandiri, PT Dratama Mulia, PT Sriwijaya Palm Oil Indonesia, PT Berkat Sawit Sejati, PT Mankota Andalan Sawit, PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT SBA Agro, PT Inti Beton Sukses Pratama, PT Mardec Musi Lestari Industri, PT Waskita Beton, PT Buana Batu Cemerlang
PT S.A.S hingga PT Samator Gas Industri jaraknya tidak berjauhan.
“Sebagusnya memang menyebar. Sebab TAA ini panjang, semua desa ada penduduknya yang cukup padat, tentu disetiap desa warganya membutuhkan pekerjaan,” jelas dia.
Jika melihat kondisi wilayah, TAA memang sangat prospek untuk menjadi kawasan ekonomi khusus, infrastruktur sudah mendukung mulai dari jalan utama yang sudah bagus bahkan ada rencana akan dibangun jalan tol, pelabuhan hingga gardu induk listrik bertenaga 150 KV sudah eksis, dan siap untuk mendukung kebutuhan listrik di sana.
Masih Diliputi Rawa
Namun memang, permasalahan kondisi lahan cukup menyulitkan. Terutama di sekitaran lokasi yang akan dibangun KEK, lahan yang ada kebanyakan rawa, sehingga setiap perusahaan yang ingin membangun harus melakukan penimbuhan terlebih dahulu agar tidak banjir.
“Kami disini semua rumah masih menggunakan tiang, artinya rumah panggung. Jika ingin membuat rumah permanen harus menimbun terlebi dahulu, apalagi jika ada perusahaan yang ingin dibangun disini tentu penimbunan harus lebih tinggi lagi,” kata Abdi Warga Desa Karanganyar Kecamatan Karanganyar Banuasin.
Menurutnya, dua tahun terakhir, sudah banyak konsultan perusahaan yang datang untuk melihat lokasi, namun mereka sedikit mengeluh soal konstruksi tanah yang masih labil dan berbentuk rawa. Namun sebagai aparat pemerintahan desa, dirinya tetap meyakini jika lambat laun KEK itu akan terlaksana. Sebab gambarannya, di kawasan Gasing sudah banyak berdiri industri, mereka tentu ingin mengirimkan barang melalui pelabuhan TAA, pasti untuk perusahaan lain yang akan membuka akan memilih lokasi di dekat pelabuhan.
“Sejak ada rancana pemabangunan KEK ini, tidak ada lagi tanah nganggur. Lahan-lahan yang selam ini tidur, kembali digarap olah masyarakat baik hanya sekedar untuk menanam ubi hingga tanaman padi,” katanya. (ilham)

Perusahaan Eksisting di TAA

Gardu Induk 150 KV Unit TAA
PT Banyuasin Nusantara Sejahtera
PT Dock Marine Mandiri
PT Dratama Mulia
PT Sriwijaya Palm Oil Indonesia
PT Berkat Sawit Sejati
PT Mankota Andalan Sawit
PT Indofood Sukses Makmur Tbk
PT SBA Agro
PT Inti Beton Sukses Pratama
PT Mardec Musi Lestari Industri Crumb Rubber
PT Waskita Beton
PT Buana Batu Cemerlang
PT S.A.S
PT Samator Gas Industri
Pergudangan Centra Pacific
Pergudangan Tanjung Emas
Sumber : Liputan Radar Palembang
KET : Masih banyak lagi perusahaan yang belum diketahui nama dan juga ada lebih dari delapan titik yang masih dalam proses penimbunan untuk dibangun pabrik industri.

Senin, 17 Oktober 2016

Geluti Dunia PR, Berkeinginan Buka Bisnis


Maria Caroline, Marcom Soma

PALEMBANG,  Maria Caroline merupakan sosok wanita yang memiliki bakat dan mukti talenta. Lahir dari seorang ibu dan bapak yang memiliki keahlian di bidang olahraga senam. Namun ia memilih banting setir dan lebih memilih dunia public relation. Dia bekerja sebagai Marketing communications di Soma yang berkonsef City Walk.
Karir sebagai PR diretasnya ketika masih kuliah di Pelita Harapan Tangerang, saat masih aktif sebagai mahasiswa. Wanita yang akrab disapa Ine ini mengaku, gemar bergaul, sehingga memiliki banyak rekanan. Apalagi ketika masih tinggak di jakarta, ia sempat bekerja di media Online dan pernah magang di salah satu media besar.
Pekerjaannya itu, menuntunya harus memiliki pergaulan luas. Berkenalan dengan banyak orang dengan ragam bahasa, budaya dan tingkah laku, mengharuskanya memiliki watak yang supel dan mudah bergaul. Berbekal pengalaman bekerja di ibu kota, Ine menghentikan perantauan di Jakarta, dan kini memilih bekerja di kota kelahirannya Palembang.
Lahir di Palembang 17 Agustus 1993, anak dari instruktur senam top Palembang, Cece Mesak ini mulai menekuni karir di bidang public relation di Soma yang ada di jalan Veteran Komplek Rajawali. Meski baru bekerja di sini, namun Ine terlihat sangat mahir, terutama mengelola managemen perusahaan. Mendapat kepercayaan mengelola usaha dari atasan, dijadikannya wadan untuk memperkaya skil bekerjanya.
"Dunia PR itu sangat menantang namun asik. Kita tertantang untuk mengenal dan berkomunikasi dengan berbagai orang yang memiliki tipikal berbeda-beda. Namun sebagai sorang PR maka kita harus bisa menempatkan diri ditengah dengan antara pelanggan dan anak buah kita," terangnya.

Lulususan SMP dan SMA Kusuma Bangsa Palembang ini mengaku, bekerja sebagai seorang PR juga harus memiliki keahlian. Sebab setiap hari selalu berhadapan dengan atasan, karyawan dan konsumen. Tentu penempatan, gaya komunikasi dan tutur bahasa harus dijaga dan disesuaikan.
"Menjadi PR itu sistem kerjanya lebih pada penyelesaian masalah, pendekatan dengan orang. Sebab, dalam dunia bisnis antara pegawai dan konsumen sering terjadi kesalah pahaman. Di sanalah kita harus bisa bertingkah bijak untuk menyelesaikan masalah," kata dia.
Wanita yang sempat memiliki cita-cita ingin jadi psikolog ini mengutarakan, pekerjaan yang ia geluti sekarang merupakan satu langkah pembelajaran untuk masa depannya kelak. Sebab, ketika sudah melepas masa lajang ia memiliki keinginan untuk menggeluti dunia bisnis. Terutama dibidang bisa ia pakaian online shop. "Ini salah satu bakat terpendam saya, waktu masih kuliah tahun 2013 lalu sempat menekuni dunia bisnis ini, makanya sekarang bekerja untuk melatih diri bagai mana membentuk manajemen usaha yang bagus," terangnya. (iam)

Senin, 07 September 2015

PT TEL Terkendala Bahan Baku


Harus Impor Kayu dari Malaysia

PALEMBANG,  PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper (TEL) tidak terlalu risau terhadap depresiasi rupiah terhadap dolar. Sebab sejauh ini, hasil dari produksi PT TEL hanya 9 persen yang dipasarkan di dalam negeri, sementara sisanya di ekspor ke beberapa negara.

Kepala Divisi Administrasi, Muhammad Sirodji di dampingi Adrian Sartikon, HR Manager mengungkapkan, dolar dalam beberapa bulan terakhir ini memang melesat tak terkendal ketika dibandingkan dengan rupiah. Sebagian perusahaan banyak yang menderita kerena biaya operasional mengalami kenaikan yang signifikan.
“PT TEL selama ini memang membutuhkan beberapa produk impor untuk kebutuhan bahan baku produksi kertas, salah satu barang impor yang rutin dibeli seperti cairan kimia dan garam sebagai bahan untuk membuat adonan bubur kartas sebelum dicetak,” jelas Amrodji dan rekan saat berkunjung ke Graha Pena, Senin (7/9).

Menurutnya, garam merupakan bahan baku yang tidak bisa lepas, menggunakan garam impor merupakan satu keharusan. Sebab sejauh ini belum ada garam produksi lokal yang bisa digunakan untuk menghasilkan produk yang bagus, akanya pihaknya masih menggunakan garam impor. “Kualitas produk yang bagus terntu membutuhkan bahan baku yang bagus juga,” katanya.

Saat ini PT TEL memproduksi kertas bekisar 1.330 ton kertas kering setiap hari, jumlah ini sebetulnya masih dibawah target kapasitas mesin, sebab kapasitas semua mesin yang ada sanggup memproduksi lebih dari 1.400 ton kertas kering. “Produksi akan kembali normal sesuai dengan kapasitas 202o mendatang ketika suplay dari perusahaan MHP sudah kembali normal,” jelasnya.

Namun, yang jelas sejauh ini PT TEL setidaknya mampu lolos dari jeratan pusaran dolar. Sebab ketika banyak perusahaan terbelik pembengkakan biaya operasional akibat beban kurs, PT TEL malah sebaliknya. Pembelian bahan baku yang menggunakan dolar dapat diimbangi dengan penjualan kertas juga menggunakan dolar.


Dari total produksi PT TEL setiap tahunnya, penjualan produk untuk kebutuhan nasional tidak terlalu besar, pasar nasional hanya menyerap 9 persen dari total produksi, pangsa pasar terbesar banyak diserap oleh negara di Asia, seperti Cina yang mampu menyerap produk hingga 24 persen, Jepang 21 persen, Korea Selatan 19 persen Taiwan 16 persen dan beberapa negara di kawasan asia lainnya. “Karena penjualan dan pembelian bahan baku berimbang dalam artian sama-sama menggunakan dolar beban operasional kami tidak terlalu terpengaruh. Meski ada pembengkakan beban operasiona, kami bisa menutupinya melalui penghematan disektor pengeluaran lainnya,” jelas Amrodji.

Namun meski dari sisi beban operasional tidak terlalu terbebani dari nilai kurs, saat ini permasalahan muncul dari bahan baku pembuat kertas. Sejak beberapa tahun terakhir ini PT TEL mengalami masalah suplay kayu dari perusahaan join company yakni PT MHP. Saat PT TEL mampu mencatat surplus yang tinggi tahun 2007 lalu, MHP mampu memasok kebutuhan kayu hingga 100 persen. Namun saat ini hanya mampu mensuplau berkisar 20 persen.

Minimnya suplay bahan baku kayu dari perusahaan rekanan membuat PT TEL harus mencari alternatif bahan baku, makanya saat ini managemen harus berjuang mencari bahan baku agar tetap bisa menghidupi 1.500 lebih karyawan. Alternatif yang dilakukan dengan mendatangkan kayu dari luar, mulai dari Kalimantan, Sulawesi, Sumatra hingga daerah Sabah dan Sarawak Malaysia. “Untuk mendatangkan bayu dari jauh inilah yang membuat beban operasional kita menjadi besar, makanya efisiensi tetap kita lakukan. Namun untuk tenaga kerja kita upayakan tidak terjadi PHK,” katanya.

Permasalahan pasokan kayu dari PT MHP ini sudah terjadi sejak 2011 lalu, permasalahan adanya aturah hutan tanaman industri dari pemerintah mengharuskan perusahaan rekanan melakukan peremajaan kayu. “Sebelumnya kami mengandalkan kayu jenis akasia untuk bahan baku, namun karena adanya aturan HTI kami mulai mengembangkan dengan mencari alternatif bahan baku dari jenis kayu lainnya untuk tetap bisa bertahan. Sebab menutup pabrik jauh lebih besar biayanya ketimbang beroperasi,” tutupnya. (iam)

Senin, 31 Agustus 2015

Yang Penting Bayar Pajak

 Target Penerimaan Sulit Dicapai

Kantor Wilayah DJP Sumsel dan Babel, kini tidak lagi berorientasi pada target penerimaan. Situasi ekonomi yang sedang lesu kini mulai dimaklumi DJP. Paling utama saat ini adalah, Wajib Pajak menyadari kewajibannya membayar pajak.

PALEMBANG, RP – Demikian dituturkan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Sumsel dan Babel Samon Jaya, Senin (31/8). Ini sejalan dengan argumen yang dilontarkan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), yang pesimistis target yang ditetapkan Kanwil pajak di awal tahun, bakal terealisasi.
“Sebetulnya banyak potensi pendapatan pajak dari sektor lain, meski kondisi ekonomi sedang mengalami penurunan, DJP memiliki banyak cara untuk mendapatkan pajak. Namun target bukanlah misi utama kami, yang penting setiap pengusaha yang memiliki keuntungan semuanya harus taat dan sadar mau membayar pajak,” kata Samon Jaya, di ruang kerjanya Senin (31/8).
Terpisah, Ketua IKPI Cabang Palembang Andreas Budiman mengatakan, upaya yang dilakukan DJP melalui progam melakukan proses hukum terhadap wajib pajak nakal, patut didukung. Sebab, hal ini merupakan bentuk ketegasan pemerintah terhadap pelaku tidak kejahatan perpajakan.
Apalagi sambung dia, selama ini tindakan kejahatan pajak modusnya sangat banyak, bisa melibatkan owner perusahaan, bendahara, pegawai pajak, hingga konsultan. Penegakkan proses hukum tentu menjadi simbol jika pemerintah serius untuk membenahi sektor pajak.
“Kementrian keuangan secara nasional menargetkan penerimaan pajak berkisar Rp1.600 triliun. Angka ini cukup besar untuk kondisi saat ini. Kita bisa melihat, hingga kuartal kedua tahun ini di Kanwil Sumsel dan Babel baru mencapai realisasi berkisar 32 persen dari total target. Untuk kondisi ekonomi sekarang pencapaian tersebut sudah sangat maksimal. Sebab, jika melihat pegawai pajak yang haurs bekerja hingga larut malam,” kata Andreas disela acara seminar perpajakan dalam rangka HUT IKPI Senin (31/8) di Hotel Emilia.
Konsultan pajak, selaku mitra DJP tentu tidak tinggal diam, sebab ketika penerimaan negara dari sektor pajak memuaskan artinya akan ada perbaikan yang dilakukan pemerintah untuk masyarakat. “Makanya IKPI konsen menjadi mitra setrategis. Kami membantu DJP mengamankan pendapatan negara dari sektor pajak. WP yang selama ini membandel kami ingatkan untuk melunak dan mentaati aturan pemerintah, yang selama ini sering salah maka kamilah yang petama kali mengusulkan kepada WP untuk melakukan perbaikan,” jelas dia.
IKPI lanjut dia, selalu menjadi mitra utama bagi WP untuk masukan ketika membuat laporan audit perpajakan, selain itu IKPI juga selalu menjadi pioner ketika wp ada kekeliruan tehadap data pelaporan pajak. “Tindak pidana perpajakan sebetulnya bukan murni karena kesengajaan, namun terkadang ada pula kesalahan yang tidak disengaja namun tidak ada yang memperingatkan, makanya ketika pengusaha sudah menggunakan jasa konsultan, dijamin kesalahan itu bisa diminimalisir,” jelasnya.
Perbaiki SPT 5 Tahun Terakhir
Sebagai langkah mengintensifkan penerimaan pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kanwil Sumsel dan Babel kini mulai kembali melakukan pemeriksaan terhadap surat pemberitahuan (SPT) pajak selama 5 tahun ke belakang, tehitung sejak tahun 2010-2011.
Kepala DJP Sumsel dan Babel, Samon Jaya mengatakan, pihaknya segaja kembali memeriksa SPT setidaknya sejak tahun 2010 lalu. Hal tersebut dilakukan mengingat masih banyaknya wajib pajak (WP) yang diduga melaporkan kewajiban pajak mereka dengan tidak sebenarnya. “Kami ingin memberikan kesadaran bagi wajib pajak agar transaksi yang dilaporkannya benar. Mungkin masih ada usaha lain yang belum dilaporkan,” kata Samon, Senin (31/8).
Pihaknya khawatir, jika perbaikan itu tak dilakukan, fungsional pemeriksa di bagian kantor pajak dapat melakukan pemeriksaan suatu waktu kepada WP atas informasi dari pihak ketiga. “Makanya kami memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk memperbaiki laporan SPT-nya, mulai dari 2010- 2014. Siapa tahu masih ada usaha lain yang belum dilaporkan,” terangnya.
Kebijakan ini berlaku untuk seluruh WP, baik badan hukum, maupun individu. Model pelaporan perbaikan SPT itu diisi perlembarnya, sehingga ada 5 data perbaikan untuk tiap-tiap tahun sejak 2010-2014.
Dikatakan Samon, pihakanya sudah menemukan beberapa indikasi akan ketidak benaran WP dalam melaporkan kewajibanya membayar pajak, seperti pada industri penggilingan beras. Diamana ada yang melaporkan omset hanya Rp 8 miliar pertahun, padahal setelah diselidiki ternyata omset yang diterima mencapai Rp 30 miliar. “Bukan hanya industri besar, termasuk juga pelaku usaha serupa yang telah memiliki mesin penggilingan sendiri,” ucapnya.
Sementara itu, Samon mengungkapkan, sebagai salah satu langkah untuk mengintensifkan pajak pihaknya telah membekukan 119 rekening WP berasal dari badan usaha maupun pribadi.
Selain memblokir rekening, DJP juga setidaknya telah mengajukan sekitar 26 Wajib Pajak (WP) kepada Kementrian Imigrasi agar dapat dicekal berangkat keluar negeri. Pencekalan dilakukan, sebab sejumlah WP tersebut, dianggap telah melakukan penyimpangan dalam pelaporan pajak.
Jumlah tersebut, lanjut Samon, kemungkinan akan terus bertambah. Dari total 26 WP yang diajukan untuk dicekal, dua diantaranya sudah resmi dicekal untuk berangkat keluar negeri. “ Jadi sebaiknya wajib paja itu jujur dalam melaporkan kewajibanya membayar pajak. Terlebih, tahun ini merupakan tahap tahun binaan pajak,” ungkapnya, sembari menambahkan pencekalan yang dilakukan dengan rentan waktu 6 bulan kedepan, dan dapat diperpanjang hingga WP tersebut telah menyelesaikan permasalahan pajaknya
Lebih jauh Samon mengungkapkan, pihaknya mencatat perolehan pendapatan pajak baru sekitar Rp5,9 triliun hanya 39,7 persen dari target tahun ini sebesar Rp14,9 triliun. realisasi tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 3,3 persen dibanding periode sama tahun lalu (year to date) sebesar Rp4,9 triliun. “Meski ekonomi melambat, namun perncapaian masih tumbuh. Itu dikarenakan meningkatnya kesadaran masyarakat membayar pajak,” pungkasnya. (iam/tma)

Selasa, 25 Agustus 2015

Sulap Warung Manisan jadi Agen Bank


Penulis : Ilham - PALEMBANG

Industri perbankan kini memasuki era baru. Bisnis perbankan masih tumbuh pesat di saat ekonomi masyarakat meredup, bank diharapkan mampu menjadi perusahaan yang bisa menggerakkan ekonomi masyarakat kecil di pedesaan. Regulator perbankan mulai merancang program yang bisa memudahkan masyarakat mengakses, meski berada jauh dari perkantoran bank.
Alternatif yang diberikan melalui sistem agensi. Salah satu bentuk kemudahan yang diberikan bank adalah mendekatkan layanan perbankan kepada masyarakat pedesaan dengan memanfaatkan usaha kecil, mulai dari tukang sayur, pengusaha kecil, warung kelontong, dan manisan sebagai agen bank.
Transaksi-transaksi kecil yang rutin dilakukan masyarakat setiap bulan bisa dilakukan langsung di tempat. Di Sumsel sudah ada beberapa perbankan yang aktif menggandeng pengusaha kecil sebagai mitra agen, bank BUMN hingga bank swasta bergerilya mencari pengusaha kecil yang sudah bankable untuk dibina dan direkrut menjadi agen.
Di Desa Muara Dua, Kecamatan Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir, merupakan satu desa yang berada hampir 35 km meter dari pusat Kota Palembang yang menjadi ibu kota Provinsi Sumatera Selatan. Desa ini terletak di sepanjang aliran Sungai Ogan yang menyambung dengan induk Sungai Musi. Mayoritas masyarakat menggantungkan hidup dari hasil alam berupa persawahan tadah hujan, setiap tahun masyarakat bercocok tanam dari situlah bisa menghidupi keluarga setiap tahun.
Meski jaraknya cukup jauh dari pusat kota dan hanya menghasilkan beras dan sedikit ikan setiap tahun. Namun mayoritas masyarakat sudah kenal dengan bank, baik untuk fasilitas simpanan maupun sebagai tempat untuk pijaman modal usaha. Secara global Kecamatan Pemulutan yang memiliki 25 desa, belum ada satubank pun yang membuka layanan kantor di sini, praktis jika ada masyarakat yang membutuhkan layanan perbankan harus pergi jauh ke kota walau hanya ingin melakukan transaksi kecil semisal pembayaran rekening listrik.
Baru pada akhir 2014, Bank Bukopin yang merupakan bank swasta yang memiliki jaringan cukup luas di pusat kota memberanikan dini untuk melebarkan layanan melalui perekrutan agen. Ibarat perjudiah, Bukopin awalnya melakukan coba-coba merekrut agen, sebab di desa Muara Dua ada satu nasabah Bukopin yang cukup loyal dan memiliki usaha warung manisan.
Ahmad Qori (42), warga Desa Muara Dua yang sejak 15 tahun terakhir memiliki usaha warung manisan. Semua kebutuhan rumah tangga yang berkaitan dengan kebutuhan dapur tersedia di warung ini. Hal inilah yang membuat Bukopin tertantang untuk menjadikannya agen. Salah satu indikator awal mengapa ia berani menjadi agen Bank Bukopin karena semua masyarakat di desa itu sudah terpasang jaringan listrik, artinya setiap bulan mereka harus membayar rekening listrik. Sebelum dirinya menjadi agen bank, masyarakat harus membayar listrik ke Kota Palembang.
Dalam pondok kecil yang berukuran 4x6 meter semua janis dagangan terpasang rapi mengisi setiap sudut ruangan, makan kecil, kebutuhan rumah tangga, perelatan listrik hingga rokok dan minuman dijual diwarung ini. Meski banyak warung manisan di Desa ini, yang membedakan warung Ahmad Qiri dimeja tempat pembayaran terpasang mesin ATM Mini bermerek Bank Bukopin. Mesin kecil yang berukuran tidak lebih dari telapak tangan orang dewasan ini rupanya bisa melayani semua kebutuhan masyarakat yang berkaitan dengan bank. Mulai dari pembayaran, pengisian token listrik, pengisian pulsa, setor tabungan hingga transfer ke rekening lain.
Menurut Ahmad Qori, mesin kecil yang terpasang di meja pembayaran itulah yang menjadikannya agen sebagai kepangjangan tangan dari Bank Bukopin. Dengan mesin kecil itu dia dan istrinya bisa melayani kebutuhan masyarakat yang berkaitan dengan bank, apalagi dirinya sudah mengkoneksikan mesin ATM mini itu dengan sambungan komputer jadi bisa langsung melakukan transasi secara online dan real time.
“Saya sudah menjadi nasabah Bank Bukopin hampir lima tahun terakhir, dan sejak dua tahun sudah menjadi agen. Tahap awal baru pembayaran rekening listrik yang menjadi transaksi rutin dilakukan masyaralkat, ada juga pengisian token bagi pengguna listrik prabayar. Sementara untuk transaksi lain tidak terlalu tinggi, karena memang nasabah Bukopin disini tidak terlalu banyak,” cerita Qori.
Meski tidak memiliki pengalaman sebagai pegawai perbankan, namun 10 jarinya sudah sangat piawai menggunakan mesin ATM mini dan komputer jinjingnnya. Untuk satu transaksi pembayaran rekening listrik misalnya, ia hanya membutuhkan waktu kurang dari dua menit.
Begitu tansaksi dilakukan sukses, mesin langsung mengeluarkan struk tagihan pembabayaran, masyarakat langsung menyerahkan uang yang harus dibayarkan. Ketika satu transaksi dilakukan sukses secara otomatis saldo tabungannya akan terpotong karena sudah menerima pembayaran dengan tunai. Namun uang kumpulan pembayaran dari masyarat itu akan kembali diputarkan masuk kerekening dan akan kembali menjadi modal usahanya sebagai mitra bank.
Untuk satu kali pembayaran rekening listrik, ia menjadapatkan selisih keuntungan berkisar Rp3.000. Artinya, jika dikalikan jumlah pengguna listrik di desa itu, katakanlah 500 rumah, keuntungan yang didapat cukup besar. Apalagi jika ditambah dengan transaksi lain. karena untuk tiap transaksi yang dilakukan, selain mendapatkan selisih keuntungan juga akan mendapatkan insentif tambahan dari bank.
“Menjadi mitra bank seperti ini, sebetulnya insentif penghasilan yang didapat setiap bulan tidak terlalu besar. Namun ketika dijalankan berdampingan dengan usaha tentu bisa menjadi alternatif tambahan penghasilan, makanya sebaiknya usaha ini tidak dijadikan usaha utama namun hanya sebagai bentuk bisnis sampingan, sebab selain mendapatkan keuntungan juga bisa memudahkan masyarakat,” terangnya.
Perluasan akses masyarakat untuk mendapatkan layanan perbankan ini sudah mulai digaungkan sejak dua tahun terakhir. Namun mayoritas bank masih sulit merealisasikannya mengingat besarnya modal yang haruas digelontorkan, namun nampaknya tahun ini sejumlah bank sudah memiliki alternatif perluasan jaringan melalui program branchless banking maupun laku pandai miliknya Otoritas Jasa Keuangan. ATM mini merupakan contoh awal bagi bank memperluas jaringan, bermodal satu mesin kecil pemegangnya bisa memberikan akses kepada masyarakat, tahap awal memang baru transaksi kecil yang bisa dilayani.
Namun bank juga sudah mulai sadar, jika memperluas bisnis melalui sistem agensi cukup menjanjikan. Selain bisa menambah jumlah nasabah, pendapatan dana pihak ketiga juga semakin besar. Apalagi nasabah yang didapat dari program ini kebanyakan dari kalangan ritel dan pelaku industri kecil.
Apa yang sudah dilakukan oleh Ahmad Qori merupakan salah satu contoh agen branchless banking yang cukup sukses. Masih di Kabupaten Ogan Ilir, tepatnya di Kecamatan Tanjung Batu juga sudah dikembangkan sistem branchless banking. Daerah ini merupakan pusat kerajinan besi dan perak.
Mayoritas penduduk yang berpenghasilan dari sektor perkebunan, banyak juga pelaku usaha pengrajin besi-besian yang mengelolahnya menjadi barang pertanian, seperti pisau, parang dan benda tajam lainnya. Tidak kurang dari 50 rumah di desa Limbang Jaya Kecamatan Tanjung Batu yang membuka usaha pandai besi. Bisnis yang sudah dilakukan secara turun temurun ini merupakan potensi pendapatan yang sangat potensial, sebab di Ogan Ilir tempat tersebut merupakan satu-satunya sentra pengrajin pandai besi.
Usuluddin, warga Desa Limbang Jaya yang memiliki usaha pengrajin pandai besi, merupakan salah satu orang yang paling beruntung. Sebab, sejak tahun lalu mendapatkan kepercayaan dari Bank Mandiri untuk menjadi mitra sekaligus agen branchless banking.
Bank Mandiri sedikit memberikan keleluasaan kepadanya. Sebab, sebagai agen yang baru, dirinya mendapatkan kepercayaan cukup besar. Selain bisa melayani transaksi kecil masyarakat berupa transfer dan pembayaran tagihan, layanan lain yang bisa diberikannya berupa pembukaan rekening, tarik tunai dan setor tunai. Khusus untuk pembukaan rekening, Bank Mandiri membekainya dengan produk e-Cash.
Produk ini merupakan satu jenis tabungan yang memadukan fitur perbankan dengan ponsel. Setiap pengguna ponsel bisa memiliki rekening Bank Mandiri, nomor HP bisa dijadikan nomor rekening. “Sebagai agen, juga bisa melayani transaksi lain cukup menggunakan ponsel, sejak tahun lalu saya resmi direkrut dan dibina untuk menjadi agen Bank Mandiri,” katanya.
Meski saat ini transaksi yang dilakukan masyarakat masih relatif keci, namun setidaknya dirinya mendapatkan kemudahan ketika menjalankan bisnis. Menjadi mitra Bank Mandiri memudahkannya untuk melakukan lalulintas transaksi pembayaran dari setiap pengiriman barang kerajainan besi yang dijalankannya. “Transaksi yang paling sering dilakukan disini adalah pembayaran, sesekali ada juga yang melakukan pengiriman uang untuk anaknya sekolah di Jawa,” tutupnya. (*/tamat)

Membumikan Branchless Banking di Sumsel


Penulis : Ilham PALEMBANG

Sejak era krisis moneter yang menimpa Indonesia 1998 silam, mengakibatkan industri perbankan nyaris mati total. Kini, perkembangan industri perbankan berkembang pesat dan semakin canggi. Semua fitur dan layanan perbankan bisa diakses dengan mudah.
Perkembangan tingginya pertumbuan industri keuangan membuat perbankan seakan berlomba meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat tujuannya tidak lain untuk mendapatkan nasabah sebanyak mungkin. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang paling subur jumlah bank.

Bahkan, kota metropolis seperti Palembang sudah memiliki lebih dari 50 perbankan, ini tentu membuktikan jika industri ini tumbuh melesat dan semakin dibutuhkan masyarakat. Namun, perkembangan itu menimbulkan pertanyaan, apakah layanan perbankan itu tersebar merata hingga daerah pelosok yang jauh dari jangkauan pusat kota. Sebab, ketika satu bank memutuskan untuk membuka kantor cabang alternatif utama, yang akan diambil adalah kota besar yang memiliki pusat keramaian, seperti pusat perbelanjaan atau pasar tradisional. 
 
Di Sumatara Selatan, ada dari lebih dari 50 bank, hanya bank-bank besar saja yang memiliki cabang di kabupaten/kota. Sisanya hanya berkantor pusat di Kota Palembang selaku ibukota provinsi. Apalagi untuk daerah pelosok kabupaten yang memang jauh dari jangkauan kota, sejauh ini baru bebeapa bank plat merah saja yang berani membuka cabang, itupun hanya mengutakan tempat yang memiliki potensi perputran uang tinggi.

Di era moderen, bank selalu menjadi alternatif masyarakat, baik untuk berinvestasi atau sebagai fasilitas pinjaman untuk modal usaha. Di daerah pelosok, kebanyakan masyarakat masih menggunakan jasa rentenir sebagai tempat meminjambaik untuk modal usaha atau untuk kebutuhan lainnya. Seharusnya, jika perbankan bisa masuk jelas bisa memangkas dan mempersempit ruang gerak para lintah darat yang keberadaannya jelas-jelas menyusahkan masyarakat, meski secara sepintas berkedok ingin menolong.

Bagi perbankan, membuka jaringan kantor di daerah pelok desa, bukan tanpa keinginan. Namun, bank juga mempertimbangkan faktor cosh operasional dan dibandingkan dengan keuntungan yang didapat. Meski kebutuhan perbankan di daerah sangat dibutuhkan, namun tidak serta merta bank langsung membuka kantor cabang. Jangankan bank umum nasional Bank Pembangunan Daerah saja masih pikir-pikir untuk membuka layanan di daerah, selain faktor modal dan biaya, faktor keamanan juga menadi pertimbangan. Tingkat kerawanan keamanan di daerah pelosok jauh lebih tinggi ketimbang di kota besar. Makanya meski ada dorongan dari pemerintah daerah bagi perbankan untuk membuka akses layanan hingga pelosok desa, bank masih berat untuk mengimplementasikannya.

Bank Indonesia selaku regulator, mulai menyadari pentingnya memberikan akses layanan perbankan untuk masyarakat pelosok desa. alternatif yang dipilih melalui layanan bank namun tidak mesti menggunakan kantor operasional seperti di kota. Makanya sejak akhir 2013 Bank Indonesia secara resmi meluncurkan layanan branchless banking atau layanan bank tanpa kantor.

Untuk tahap ujicoba, awalnya baru dua bank yang diberikan kesempatan untuk membuka layanan ini yani Bank Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Bank Mandiri melakukan ujicoba dengan membuka layanan bank tanpa kantor di dua tempat, pertama di Desa Limang Jaya kecamatan Tanjung Batu Kabupten Ogan Ilir. Daerah ini berada sekitar 200 kilo meter dari pusat Kota Palembang. Tempat kedua di Desa Sembawa Kecamatan Sumbawa Kabupaten Banyuasin. Sementara BRI lebih memilih membuka layanan di daerah pinggiran kota Palembang yang masyarakatnya masih belum kenal dengan perbankan.

Layanan branchless banking merupakan layanan perbankan moderen menggunakan sistem agen. Masyarakat yang memiliki usaha kecil yang sudah bankabel diberikan kesempatan untuk menjagi agen.
Regional CEO Bank Mandiri Sumatra II Kuki Kadarisman mengungkapkan, layanan branchless banking merupakan satu terobosan baru di duni perbankan. Selain sebagai fasilitas penekanan biaya operasional bank untuk melakukan ekspnasi jaringan, dengan progam layanan tanpa kantor masyarakat memiliki kesempatan untuk mengakses layanan perbankan meski berada jauh di pelosok daerah. 
 
Keberadaan layanan perbankan di pelosok akan menjadi alternatif baru bagi masyarakat dalam mengelola keuangan. Bank Mandiri sebetulnya sudah lama memiliki misi untuk memperluas jaringan yang bisa menjangkau semua lapisan masyarakat, namun meski mencatkan diri sebagai salah satu bank terbesar di Indonesia, namun tidak mudah bagi bank plat merah ini untuk menjangukau setiap jengkau wilayah di Sumsel dengan layanan perbankan. Makanya ketika BI membuka akses layanan bank tanpa kantor Mandiri merupakan bank yang paling antusias untuk mengembangkan layanan ini.

“Jika bank harus membuka jaringan di daera pelosok modalnya sangat besar, yang menjadi ambatan terkadang besaran modal yang dikeluarkan tidak seimbang dengan keuntungan yang didapat. Namun hadirnya branchless banking tentu bisa menjadi jawaban atas permasalahan jaringan bank di pelosok,” kata Kuki.

Meski sudah dicanangkan sejak tiga tahun lalu, namun sejauh ini layanan ini belum berjalan maksimal. Sosialisasi yang harus membutuhkan dana besar masih menjadi kendala, apalagi program lain yang merupakan satu rangkaian dengan branchless banking yakni less cash society masih masih dalam tahap pengenalan kepada masyarakat. Namun meski masih terkendala sosialisasi yang minim, Bank Mandiri sudah memiliki pola tersendiri untuk mengembangkan layanan branchless banking.

Mandiri mengembangkan program ini melalui sistem skala prioritas, Mandiri memanfaatkan nasabah loyal yang datang dari daerah pelosok sebagai kaki tangan pengembangan layanan bank tanpa kantor. “Di Sumsel kami memiliki 207 cabang yang sudah kami kerahkan untuk memperluang jaringan branchless banking ini. Setiap cabang yang memiliki latar belakang pengusaha kecil yang memiliki catatan bagus di Mandiri akan di prioritaskan untuk menjadi agen,” katanya.

Progam ini dinilainya cukup dahsyat jika sudah berjalan sesuai rencana. Negara maju di Asia dan Eropa yang sudah sukses dan bisa menikmati hasil dari progam bank tanpa kantor ini, di Indonesia sejauh ini baru Jakarta dan Bali saja yang sudah menuju sukses penerapannya. Suksesnya Bali menyelenggarakan ini selaun Jakarta, karena mayoritas masyarakat yang ada di Bali merupakan pendatang, sementara wilayahnya yang berbentuk pulau kecil memudahkan bagi bank untuk melakukan sosialisasi.

Kuki menilai, jika program branchless banking atau progam laku pandai miliknya OJK berjalan sukses, dirinya sangat optimis program ini bisa menggerakkan semua sendiri perekonomian yang ada di dasa.
Khusus untuk Bank Mandiri, hingga tahun 2015 ini total sudah ada 113 orang yang direkrut menjadiagen, meski intensitas transaksi relatif masih kecil, namun yang mecukup membanggakan volume transaksinya terus mengalami peningkatan. “Pengenalan dan pelatihan kepada agen terus dilakukan, sebab dalam sistem perbankan, banyak aplikasi dan teklogi mesin yang pelu dikuasai agen, selain itu, tekrutmen terhadap agen baru di daerah yang memiliki perputaran ekonomi bagus terus dilakukan,” terang dia.

Dalam program branchless banking ini banyak transaksi yang bisa dilakukan masyarakat di agen. transaksi induk yang menjadi kebutuhan utama bank seperti setoran, tarik tunai, transfer atau melakukan pembayaran tagihan bisa dilakukan. Di Kecamatan Tanjung Batu yang menjadi objek awal penerapan progam ini Bank Mandiri awalnya hanya merekrut dua agen. Satu pengusaha pandai besi dan satu warung kelontongan yang menjual aneka manisan serta kebutuhan rumah tangga. Pengrajin pandai besi di sana jumlahnya ada ratusan orang, namun dari sekian banyak ada satu pengrajin yang memiliki latan belakang pengusaha, setiap pengrajin selalu mengambil bahan dari pengusaha ini dan hasilnya juga di jual ke sana.

Kerajinan pandai besi yang dibuat di kecamaan Tanjung Batu memproduksi aneka parang, pisau anal pertanian yang terbuat dari bahan besi, cangkul dan lainnya. Hampir semua produksinya disuplay untuk di semua daerah di Sumsel bahkan sebagian ada yang dijual sampai jawa dan Kalimantan.
Penjualan yang capai beberapa daerah menjadi peluang bagi bank untuk meliriknya menjadi nasabah, apalagi ketika progam branchless banking diterapkan bank tidak ragu lagi merekrutnya menjadi agen sebab dari sisi bisnis cukup meyakinkan, belum lagi kebutuhan layanan lain yang menjadi potensi tersendiri. 
 
Mayoritas masyarakat Tanjung Batu menyekolahkan anaknya di luar Kabupaten OI baik di Palembang dan di Jawa. Aktivitas pengiriman uang rutin dilakukan setiap bulan, belum lagi kebutuhan masyarakat yang harus rutin membayar membayar listrik setiap bulan. “Hal ini tentu menjadi potensi awal bagi masyarakat yang menjadi agen untuk memiliki penghasilan tambahan,” katanya. (*)